Minggu, 13 Januari 2008

APLIKASI KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN

  1. JUDUL PENELITIAN :

APLIKASI KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN KETENAGAAN SERTA TELAAH PENGARUHNYA TERHADAP KINERJA ( Studi di SDN Kecamatan Karang Intan Dan Kecamatan Aranio Kabupaten Banjar )

B. BIDANG ILMU

Pendidikan

C. PENDAHULUAN

Sejak dimulainya perguliran roda Otonomi Daerah yang efektif dimulai sejak tahun 2000 sebagai implementasi Undang-Undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah , telah membawa harapan tumbuhnya kemandirian dan prakarsa di tingkat Kabupaten / Kota untuk memberdayakan diri agar berkembang pesat tanpa ada ketergantungan yang signifikan dengan pemerintah pusat.

Di dalam implementasinya dikatakan bahwa pelaksanan otonomi daerah “ harus benar-benar proporsional sesuai dengan prinsip dasar otonomi yang dikembangkan yaitu otonomi nyata, dinamis, serasi dan bertanggungjawab “. ( Soenarko, 1995: 3 ). Era Otonomi Daerah melahirkan paradigma baru yang memposisikan peran pemerintah dalam pembangunan mengalami pergeseran sebagaimana dikatakan Syahriel ( 2003 : 4 ) yaitu “ bergeser dari Pelaksana menjadi Fasilitator, memberi instruksi menjadi melayani masyarakat, mengatur menjadi memberdayakan dan bekerja untuk memenuhi aturan menjadi bekerja dalam rangka mewujudkan MISI yang diemban “. Karenanya penerapan otonomi Daerah intinya adalah pemberdayaan masyarakat, salah satunya adalah pemberdayaan lembaga penyelenggara pendidikan yang lazim disebut sekolah. Memberdayakan sekolah sama halnya dengan pemberian otonomi terhadap sekolah

Ada 3 ( tiga ) hal yang menjamin sekolah memiliki otonomi luas, yaitu :

1. mengelola sumberdaya yang ada di lingkungan masyarakat sekolah

2. melibatkan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan di sekolah; dan

3. tidak mengabaikan kebijakan nasional dalam pendidikan

( Boediman ,2003 : 15 )

Sebagai seorang Kepala Sekolah yang juga sebagai Manejer harus merumuskan berbagai langkah strategis sebagai pola tanggapan organisasi ( sekolah ) terhadap isu otonomi sekolah sepanjang waktu dengan menghubungkan sumber daya manusia dan berbagai sumber daya lainnya dengan tantangan dan risiko yang harus dihadapi dari lingkungan di luar sekolah ( Hani , l984 : 86 ). Berbagai langkah strategis yang diambil hendaknya dijadikan pengarahan terpadu bagi lembaga ( sekolah ) dan berbagai tujuannya, sekaligus memberikan pedoman pemanfaatan sumber daya-sumber daya lembaga yang digunakan untuk mencapai tujuan.

Banyak langkah strategis yang patut dilakukan Kepala Sekolah dan salah satunya adalah “ pemberdayaan guru-guru “. Kebijakan memberdayakan guru dianggap perlu dalam terapan otonomi sekolah karena guru dituntut untuk bertugas sebagai Agen Pembaharu , maka dia harus mampu menularkan kreativitas dan kesiapan membangun kepada para siswanya “. ( Dardji , 1981 : 27 ). Lebih jauh lagi Fransiscus ( 2003 : 6 ) mengatakan bahwa “ guru perlu diberdayakan agar bertumbuh dan berkembang potensi dan kapasitas yang dimiliki sesuai dengan fungsi dan atau peranan dari usahanya “.

Yang selama ini berkembang bahwa keberadaan guru di sekolah banyak didasarkan atas kebutuhan penugasan semata, sebagai tanggapan atas pekerjaan rutinitas, padahal guru harus berkembang secara profesional yang menuntut penciptaan iklim kerja yang mengarah kepada kepentingan yang lebih luas tersebut. Itulah sebabnya dikatakan bahwa “ program dan perlengkapan pengajaran yang baik tidak akan dapat memberi hasil yang baik bila tidak dikendalikan oleh guru yang baik. Oleh karena itu untuk memperbaiki dan memajukan pendidikan, prioritas pertama perlu diletakkan pada perbaikan dan peninggian mutu guru.” ( Jahja , 1981 : 41 ).

Guru yang bermutu tidak akan terwujud dengan baik tanpa diberdayakan dengan baik. Guru yang diberdayakan berarti guru tersebut ditingkatkan kemampuan proesionalnya dan kemudian diberikan kewenangan yang proporsional karena karakteristik pemberdayan itu hakikatnya adalah To give ability or enable dan to give authority ( Surjadi , 2000 : 22 ). .Dengan begitu guru akan berada dalam suasana terbuka, terbuka dalam mengembangkan potensi, kreativitas dan kemampuan berimprovisasi tanpa dibelenggu oleh ketentuan-ketentuan sekolah yang biasanya diterapkan secara kaku. Suasana terbuka dapat membantu mengaktualisasikan diri. Guru-guru yang berada di sekolah-sekolah yang terbuka suasananya, nampak semangat kegembiraan yang sangat tinggi

( Teachers in school swith open climate werw described as enjoying very high esprit ). ( Ametembun, 1977 : 48 ). Guru yang dikembangkan kemampuan dan diberi kewenangan sebagai wujud nyata dari aktivitas pemberdayaan adalah sebagai pengakuan atas penggunaan potensi diri, pertumbuhan serta pengembangan diri guru yang dikenal dengan Self actualization needs. Apresiasi dan pengaktualisasian diri guru menjadi penting mengingat “ Investasi Sumber Daya Manusia jangka panjang memerlukan peningkatan kemampuan melaksanakan tugas di masa depan “ ( Siagian, 2003 : 20 ).

G Jika seorang guru mendapatkan upaya pemberdayaan oleh para Kepala Sekolah baik berupa peningkatan kemampuan dan pemberian kewenangan yang proporsional tentunya akan tumbuh dan berkembang menjadi guru yang profesional, karena dengan diberdayakan guru mau mengubah nasibnya sendiri, dan menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan ( Tilaar, 2002 ; 62 ). Sebab guru yang diberdayakan berarti guru tersebut berkekuatan, berkemampuan dan mempunyai akal mengatasi sesuatu ( Depdikbud, 1990 ; 189 ).

Profesionalitas seorang guru di masa depan menjadi sangat penting karena tugas professional lebih mengandalkan kepada kemampuan diri sendiri. KepMenpan nomor 84/1993 bab III pasaL 4 ayat (1) secara tegas menyatakan bahwa tanggungjawab guru adalah menyelesaikan tugas sebagai tenaga pengajar atau pembimbing sesuai dengan tujuan pendidikan yang dibebankan kepadanya. Untuk dapat melaksanakan tanggungjawab dimaksud otoritas guru perlu ditegakkan.Namun sejauh ini guru yang diberdayakan ternyata masih perlu dibina secara optimal dan kontinu agar terjadi pertumbuhan diri dcan profesinya. Karena pembinaan professional pada dasarnya sebuah aktivitas pimpinan untuk membantu pertumbuhan diri dan profesinya yang dirasakan guru di lembaganya .

Beberapa fakta telah membuktikan Bahwa kinerja guru dewasa ini cenderung kurang memuaskan, indikator yang menunjukkan terhadap kinerja yang rendah tersebut dilihat dari kurang memuaskannya mutu pendidikan selama ini. hal ini terbukti oleh hasil sebuah polling kerjasama Koran Harian KOMPAS dengan Tabloid Hai dan Kawanku , dapat diakses dalam,(muda@gramedia-majalah.com) terhadap remaja Indonesia, bahwa keinginan responden kalangan remaja yang banyak datang dari luar Jakarta menyimpulkan : 1).sebagian besar remaja berharap memiliki tenaga pengajar yang andal dan berkualitas 2).Tenaga pendidik dan materi pendidikan di daerah diperbaiki, 3).Selama ini mereka merasa fasilitas yang didapat jauh lebih sedikit dibandingkan teman-temannya di Kota Jakarta.( KOMPAS, Jumat 2 JULI 2004 halaman 41 ). Hasil polling tersebut mengisyaratkan kalau mutu guru , materi dan fasilitas pendidikan dewasa ini masih memprihatinkan. Selanjutnya Hasil riset tentang kualitas pendidikan Dasar yang dilakukan Asian South Pasific Beurau of Adult Education ( ASPBAE ) dan Global Campaign for Education yang dilakukan di 14 negara pada Maret – Juni 2005 sponsor oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) menunjukkan Indonesia berada di peringkat 10 dari 14 negara yang disurvei.

( B.Post, Kamis, 30 Juni 2005 halaman 1 ) , Yang menyedihkan lagi menurut PBB dari riset tersebut ternyata Vietnam dan Kamboja justru berada di atas posisi Indonesia, sementara peringkat pertama dan kedua ditempati oleh Thailand dan Malaysia, Indonesia hanya berada di atas Nepal, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon.

Depdiknas sendiri melalui Direktur Jenderal Peningkatan Mutu pendidik dan tenaga kependidikan Fasli Jalal menilai hasil risert PBB itu tidak jauh dari kenyataan.( B.Post, Kamis, 30 Juni 2005 hlm 1 ), bahkan di lain kesempatan Fasli Jalal ( Jawa Post , Kamis 14 Juli 2005,: hlm 10 ) dengan terang-terangan mengatakan “ terus terang saya kaget melihat rapor Indonesia yang begitu buruk Profesionalitas seorang guru ternyata juga ditentukan oleh motivasi awal orang menjadi guru, itulah sebanya ada 3 ( tiga ) kemungkinan anak yang pandai dalam studi menjadi guru. Pertama, dia sangat idealis ( misalnya, karena berlatar belakang keluarga guru ), kedua, karena dia mendapat ikatan dinas, dan yang ketiga, karena dia bodoh.( Majalah Gerbang Januari 2004 : 43 ) Karenanya Selo mengatakan kalau kita sekarang mengalami kerugian terbesar berupa hilangnya inisiatif dan kreativitas masyarakat ( Majalah Gerbang Januari 2004 : 2). Kehilangan terbesar tentunya hilangnya inisiatif dan kreativitas guru dalam berimprovisasi yang berpengaruh besar terhadap kinerjanya selama ini..

Hasil penelitian lain telah membuktikan tentang suasana demokratis di sekolah dapat membawa partisipasi guru dalam pengambilan keputusan berhubungan positif dengan program pengembangan pembelajaran ( Chicago Consortium on School Reform, dalam Fasilitator 2003 ;28 ). Brigs & Wohlstetter ( 1998 ) hasil penelitiannya membuktikan bahwa sekolah yang menerapkan otonomi sekolah ( MBS ) ternyata membuat 1). Guru bersikap positif dengan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan di sekolah, adanya komitmen dan tanggungjawab moral, 2) MBS mengarahkan guru-guru kepada situasi yang lebih kolaboratif diantara mereka, fokus yang kuat pada pengembangan profesional, dan akuntabilitas tinggi; hal ini menunjukkan masyarakat profesional yang kuat.

Dampak terhadap buruknya kinerja guru tergambar dalam penegasan Malik Fajar “ Bahwa guru selama ini menjadikan sekolah seperti memenjara atau mengungkung dunia anak-anak, padahal seharusnya guru mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan mengasyikkan serta mencerdaskan ( Majalah Fasilitator, 2003 : 8 ). Lebih parah lagi jika guru tidak diberdayakan untuk bebas berekspresi agar dapat unjuk kemampuan kerja maka akan berdampak kepada (1) kesehatan fisik dan mentalnya, (2) frekuensi ketidakhadirannya, ( 3) pengunduran dirinya, (4) produktivitas organisasi, dan ( 5) citra lembaga ( Du Brin, 1981 ).

Dalam penelitian ini yang menjadi perhatian adalah satuan pendidikan Sekolah Dasar Negeri ( SDN ) di 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Karang Intan dan Kecamatan Aranio Kabupaten Banjar .

Hasil penjajakan sementara ( eksplorasi ) terutama dalam kurun waktu

tahun pelajaran 2006/ 2007 ini di beberapa SDN di Kecamatan-Kecamatan tersebut, ditemukan bahwa sebagian Kepala-Kepala SDN memang kecenderungannya kurang melakukan pemberdayakan apalagi pembinaan ketenagaan terhadap para guru di sekolah. Guru ditugaskan hanya untuk melaksanakan tugas rutinitas semata tanpa adanya penciptaan iklim kerja yang memberdayakan lebih optimal terhadap profesi.seperti upaya memampukan dan pemberian kewenangan yang berarti bagi guru, sehingga lembaga kurang sekali efektif dalam mencapai hasil dan kinerja guru umumnya tidak mengalami peningkatan yang signifikan.

D. PERUMUSAN MASALAH

Dengan berlandaskan kepada kondisi obyektif tesebut di atas, dapat dikemukakan beberapa masalah sekaligus memberi batasan yang jelas dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimanakah Deskripsi kebijakan pemberdayaan ketenagaan guru SDN di Kecamatan Karang Intan dan Aranio Kabupaten Banjar ?

2. Bagaimanakah deskripsi Pembinaan ketenagaan guru SDN di Kecamatan Karang Intan dan Aranio Kabupaten Banjar ?

3. Bagaimanakah Deskripsi kinerja guru SDN di Kecamatan Karang Intan dan Aranio Kabupaten Banjar ?

4. Apakah ada pengaruh kebijakan pemberdayaan ketenagaan terhadap kinerja guru SDN di Kecamatan Karang Intan dan Aranio Kabupaten Banjar ?

5. Apakah ada pengaruh pembinaan ketenagaan terhadap kinerja guru SDN di Kecamatan Karang Intan dan Aranio Kabupaten Banjar ?

6. Apakah ada pengaruh kebijakan pemberdayaan dan pembinaan ketenagaan terhadap kinerja guru SDN di Kecamatan Karang Intan dan Aranio Kabupaten Banjar ?

7. Sejauh mana kontribusi efektif dari dimensi kebijakan pemberdayaan dan pembinaan ketenagaan terhadap kinerja guru SDN di Kecamatan Karang Intan dan Aranio Kabupaten Banjar ?

E. TINJAUAN PUSTAKA

1. Kinerja

a. Pengertian kinerja

Tidak banyak penjelasan yang menggambarkan kinerja selain dari kesamaannya dengan “ unjuk kerja “ . Unjuk maksudnya tunjuk sementara kerja merupakan kegiatan melakukan sesuatu, jika dikaitkan maka unjuk kerja maksudnya tidak lain sebagai upaya menunjukkan kegiatan yang dilakukan / tampilan kerja “.

Kinerja dapat pula disebut sebagai “ hasil pekerjaan secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya “. ( Mangkunegara, 2004 : 67 )

Kinerja itu sama halnya dengan seberapa besar kontribusi oleh seseorang

kepada organisasinya, wujud kontribusi diantaranya kuantitas output, kualitas

output, jangka waktu output, kehadiran ke tempat kerja dan sikap kooperatif

( Mathis dan Jackson, 2002 ; 78 ). Kinerja ( unjuk Kerja ) yang berisi proses produksi / kegiatan, hasil-hasil produksi/kegiatan, kegiatan kulminasi yang disesuaikan dengan karakteristik materi kerja, attitude ( non instruksional ) dan laporan yang dirumuskan. ( Depdiknas, 2005 ; 1 )

Selanjutnya kinerja adalah sebuah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi ( Instruksi Mendiknas RI nomor 1/U/2002 tentang Pelaksanaan akuntabilitas kinerja di lingkungan Depdiknas) Dengan begitu kinerja pada akhirnya merupakan potret keberhasilan dari serangkaian pelaksanaan segala bentuk aktivitas guru dalam mencapai tujuan tertentu.

b. Kinerja Guru Sekolah Dasar

Mengingat kinerja sebagai gambaran tingkat keberhasilan pelaksanaan pekerjaan baik secara kualitas maupun secara kuantitas, sekaligus sebagai besarnya kontribusi sseorang dalam hal ini guru terhadap sekolahnya, maka kinerja guru mutlak berisikan hal-hal berikut ini :

1). Aspek pengembangan pribadi, meliputi aplikasi pengajaran, kegiatan ekstrakurikuler, kualitas pribadi guru.

2). Pengembangan, meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

3). Sumber belajar, meliputi ketersediaan bahan ajar dan pemanfaatannya.

4). Evaluasi belajar, meliputi penyiapan soal tes, hasil tes dan program tindak lanjut.

Sementara persyaratan yang diperlukan dalam gambaran kinerja yaitu sebagaimana terdapat dalam panduan penyusunan perencanaan peningkatan kinerja Kepala Sekolah ( suatu Model ) yang meliputi

a.Adanya kejelasan tugas pokok dan fungsi yang dirumuskan dalam tugas pokok dan fungsi organisasi sehingga semua orang yang terlibat dalam poses kerja dapat memahaminya.

b. Adanya kejelasan tentang jawaban atas pertanyaan apa yang harus dikerjakan, berapa besar/luas pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya, kapan dimulai dan berakhirnya suatu pekerjaan, bagamana mengerjakannya, kepada siapa ia bertanggungjawab atas pekerjaannya, dan apa hasilnya.

c.Adanya pernyataan dan spesifikasi tentang tujuan yang harus dicapai dalam waku tertentu dan dinyatakan secara kuantitatif.

d.Adanya indikator kinerja untuk mengukur keberhasilan mencapai tujuan secara jelas;

e.Adanya kesadaran tentang pentingnya komunikasi terbuka.

f. Tersedianya data dan informasi yang diperlukan untuk menyusun rencana kerja peningkatan kinerja ( RKPK ) ( Depdiknas, 2003 : 3 – 4 )

Untuk menghasilkan kinerja guru yang baik, seharusnya Kepala Seolah jauh-

jauh hari sudah melakukan langkah-langkah kongkrit, yaitu :

a. Pencatatan./pendataan prioritas kerja yang harus dikerjakan.

b. upayakan agar tugas dapat dilaksanakan oleh guru, jika ada tugas yang tidak dapat dilaksanakan guru, carikan tenaga yang ada di masyarakat setempat

c.. Pahami minat dan kemampuan SDM ( guru ) yang ada.

d. Rumuskan tugas dan tanggungjawab masing-masing.

e. Diskusikan tentang tugas dan tanggungjawab.

f. Lakukan pembagian tugas bersama.

g. Lakukan supervisi secara berkala.

h. Berikan tugas tambahan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan sesuai kemampuan masing-masing

( Depdiknas, 2001 : 20 –2l ).

Melakukan penilaian terhadap kinerja yang dihasikan guru dipandang hal yang tepat, mengingat dari kinerja itu akan diperoleh gambaran bentuk kreativitas, inovasi, keterampilan, kemandirian dan tanggungjawab sesuai dengan jabatan profesinya. ( Depdiknas , 2003 : 3 ). Penilaian itu sendiri merupakan proses dimana organisasi berupaya memperoleh informasi yang seakurat mungkin tentang kinerja para anggotanya. ( Sondang, 2002 : 168 ). Mengetahui tinggi rendahnya kinerja guru memang memerlukan penilaian, hanya saja untuk apa hasil penilaian kinerja itu memerlukan perspektif tertentu, salah satunya menekankan penilaian kinerja itu dalam perannya sebagai suatu mekanisme untuk memberikan umpan balik dan sebagai suatu determinan dari alokasi imbalan. ( Stephen , 200 : 217 ).

Untuk menetapkan parameter kinerja guru sebelumnya perlu diberikan deskripsi tugas pokok guru , oleh Stephen (2002 : 218 ) yang meliputi :

a. Hasil tugas individu ; Jika tujuan akhir diperhitungkan dan bukannya cara, maka Pemimpin/ manejer seharusnya mengevaluasi hasil tugas dari seseorang. Dapat terlihat dari kuantitas yang dihasilkan.

b.Perilaku ; Perilaku sama hanya dengan tindakan seseorang, presentasi kehadiran dan ketidakhadiran.

c. Ciri ; ciri sebagai perangkat terlemah sebagai parameter, seperti kooperatif, sikap yang baik, rasa percaya diri, dapat diandalkan dan sebagainya

Pendapat ahli lainnya mengenai unsur-unsur yang dapat dijadikan kriteria kinerja seseorang seperti pendapat Mangkuprawira ( 2002 : 230 ) meliputi :

a. Hubungan antarpersonal

b Kemampuan belajar

c. Bekerja

d. Kehadiran

e. Perilaku bagus dan buruk yang terkait dengan kinerja pekerjaan.

f. Prestasi yang meliputi aspek-aspek publikasi, pidato, peran kepemimpinan, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang terkait dengan pekerjaan pofesional

Sementara itu hasil Studi Kasus oleh Sudarwan ( 2002 : 85-93 ) dalam proyek disertasinya yang menyoroti sejumlah kinerja profesional tenaga pengembang di bidang pendidikan, dapat dibutiri yang dirangkum menjadi butir-butir KINERJA seperti berikut ini :

a. Berkenaan dengan tugas-tugas pokok dan fungsi.

b. Berkenaan dengan tugas-tugas penunjang.

c. Berkaitan dengan kompetensi personal, professional dan social

Sementara itu bentuk kinerja secara umum digambarkan oleh Soelimun

( 2004 ) meliputi :

a. Dapat menyelesaikan tugas dengan tingkat ketelitian yang tinggi.

b. Setiap hari dapat menyelesaikan tugas pada hari itu juga, tidak menunggu hari esok.

c. Berhadir di tempat kerja sesuai dengan waktu yang ditentukan.

d. Bila meninggalkan kerja pada jam dinas untuk kepentingan tertentu/pribadi, dilakukan dengan cara meminta ijin atasan.

e. Setiap mengakhiri pelaksanaan tugas, membuat laporan tertulis/ lisan kepada atasan.

f. Apabila ada persoalan yang mendadak, segera mengambil keputusan sendiri tanpa menunggu perintah dan petunjuk atasan.

Adapun dalam upaya mengukur tingkat kinerja para guru Sekolah Dasar mengacu kepada Pedoman penilaian kinerja Sekolah Dasar oleh Depdiknas (2003

: 38-43 ) yaitu terdiri atas :

1. Komponen Akademis , berisi :

a. Pengembangan dengan aspek 1) aplikasi pengajaran, meliputi penyusunan program aplikasi pengajaran di dalam / diluar kelas, pengusaan kurikulum,kemampuan menggunakan metode mengajar dan alat peraga serta penerapan strategi PAKEM. 2) Kegiatan Ekstra kurikuler, meliputi penyusunan program kerjanya, pelaksanaan dan pengkajian hasil kegiatan disertai program tindak lanjut. 3) Kualitas pribadi guru, meliputi komitmen kerja, mengeluarkan pendapat tanpa memaksakan, menerima masukan orang lain, menjadi teladan dan kesetiaan terhdap jaran agamanya.

b. Pembelajaran dengan aspek 1) Perencanaan, meliputi perumusan TPK, materi pembelajaran , strategi belajar mengajar , sumber belajar, metode pembelajaran, persiapan mengajar, program semester, program analisis evaluasi, program perbakan dan pengayandan program Bimbingan /konseling.2) Pelaksanaan,meliputi pelaksanan pembelajaran, evaluasi pengajaran, perbaikan dan pengayaan dan bimbingan/konseling 3) Evaluasi

c. Sumber belajar dengan aspek 1) Ketersediaan bahan ajar ,meliputi pedoman pengajaran, buku-buku ajar, sumber belajar, dan media pengajaran. 2) Pemanfaatan sumber belajar, meliputi penggunaan oleh guru-murid, penglelolaan yang baik oleh guru.

d. Evaluasi belajar dengan aspek 1) Penyiapan soal, meliputi materi soal test

e. 2) Hasil tes, 3) program tindak lanjut.meliputi umpan balik, memasukkan nilai ke daftar kerja dan mendokumentasi dalam portofolio.

2. Komponen Non akademis berupa kepribadian , berisi :

a. Kedisiplinan, meliputi jam masuk kerja, jam KBM, jam interval, jam pulang kerja, absen kerja yang direncanakan dan mendesak, partisipasi dalam kegiatan sekolah dan cara berpakaian.

b. Etos kerja, meliputi semangat kerja, pelayanan, kinerja, keikhlasan, tidak ada keluhan, ketetapan waktu penyelesaian kerja , ketelitian dan prosedural.

c. Kerjasama, meliputi menyesuaikan pendapat dengan orang lain, mengetahui secara mendalam bidang tugasnya, menghargai pendapat orang lain, dan mampu bekerjasama.

d. Inisiatif, meliputi kemampuan memberikan saran, bekerja tanpa perlu arahan mencari tata kerja baru.

e. Tanggungjawab, meliputi memelihara barang negara, tidak melempar kesalahan kepada orang, menyelesaikan kerja tepat waktu, berani mengambil resiko, dan mengutamakan kepentingan umum.

f. Kejujuran, meliputi tidak menimbulkan kerugian, dan melaporkan hasil kerja

secara rutin walaupun kurang sesuai dengan keadaan.

g. Prestasi kerja, meliputi penguasan seluk beluk kerja, terampil dan hasil kerja

Rata-rata baik .

Beberapa penelitian berkenaan dengan kinerja belakangan semakin bermunculan, hal ini karena kinerja dapat dijadikan parameter kualitas sebuah lembaga. Penelitian tentang kinerja para pengembang yang ada pada tingkat gugus sekolah, seperti yang tergabung dalam Kelompok Kerja Kepala Sekolah dasar ( KKKSD ), Kelompok Kerja Pengawas Sekolah ( KKPS ), Tutor inti, para Pembina, Para Penilik, dimana setiap unsur memoroskan kinerjanya masing-masing secara simultan untuk mewujudkan program pembinaan professional para guru secara terprogram, teratur dan teus-menerus. Kerjasama mereka yang tergaung dalam gugus sekolah seperti Kepala Diknas Kecamatan, Pengawas TK,SD, Kepala Sekolah, Guru Pemandu dan guru-guru cukup intensif ( Sudarwan , 2002 : 92 ). Penelitian lain oleh Sudarwan yang berkenaan dengan Pengawas Sekolah, hasilnya cukup mengecewakan, karena disimpulkan Pengawas sekolah masih merasakan ada kelemahan dalam hal kompetensi pribadi bagi pelaksanaan pembinaan, pengendalian, dan penilaian terhadap guru dan Kepala Sekolah, serta kiat melakukan hubungan socialdan kemasyarakatan. Sementara penelitian yang sama tetapi untuk Kinerja dosen LPTK disimpulkannya masih dominan menonjolkan proses belajar terlalu teoritis atau kurang beranjak dari realitas lapangan atau wawasan persekolahan.

Penelitian kinerja lainnya sebagaimana oleh Nurhidayati ( 2005 ; 81 ) menyimpulkan bahwa pada kenyataannya semakin tinggi kepuasan, maka semakin turun kinerja staf.

Dari hasil beberapa penelitian yang mengupas tentang KINERJA sebagaimana telah diuraikan, memberikan gambaran bahwa persoalan kinerja sangat menentukan mutu manajemen SDM itu sendiri, karenanya perlakuan manajemen turut memberikan warna yang signfikan terhadap tinggi-rendahnya kinerja seseorang,

2. Kegiatan Pemberdayaan ( Empowerment )

a. Kepala Sekolah sebagai Pengelola /Manejer

Kepala Sekolah sebagai Manejer pendidikan bertanggungjawab terhadap kelancaran pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Oleh karenanya untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik, Kepala sekolah hendaknya memahami, menguasai dan mampu melaksanakan kegiatan yang berkenaan dengan fungsinya sebagai Manejer dengan melaksanakan pengelolaan administratif dan pengelolaan operatif. Tugas-tugas itu oleh Hadari (1989 : 14 ) adalah sebagai berikut

1. Pengelolaan/ manajemen administratif, berupa :

a. Kegiatan perencanaan atau planning.

b. Kegiatan organisasi atau organization

c. Kegiatan bimbingan/pengarahan atau direction/commanding

d. Kegiatan koordinasi atau coordination

e. Kegiatan pengawasan atau control

f. Kegiatan komunikasi atau communication

2. Pengelolaan / manajemen operatif, berupa :

a. Kegiatan tata usaha

b. Kegiatan perbekalan

c. Kegiatan kepegawaian

d. Kegiatan keuangan

e. Kegiatan hubungan masyarakat

Beranjak dari dua macam pengelolaan tersebut, maka pada manajemen operatif salah satunya adalah kegiatan kepegawaian kalau di sekolah tentunya guru, Seorang Kepala Sekolah harus dapat mendayagunakan pegawai / guru tersebut dengan sebaik-baiknya, karena tugas mendayagunakan itu merupakan tuntutan yang harus dikerjakan Kepala Sekolah selaras dengan manajemen administratif yaitu Kepala Sekolah harus memberikan bimbingan/pengarahan atau menggerakkan/direction atau memberikan komando /commanding kerja. Karenanya dikatakan bahwa Kepala Sekolah sebagai Manejer tidak lain harus melakukan fungsi pokoknya berupa memimpin, memotivasi, mengembangkan, dan mengendalikan.

( Miftah , 1999 : 233 ) .Fungsi pokok seperti ini mutlak dilakukan karena Kepala Sekolah berkewajiban mendayagunakan seluruh personil secara efektif dan efisien agar tujuan penyelenggaraan pendidikan di sekolah tercapai dengan optimal .

(Suryobroto, 2004 : 86 ). Hal ini dianggap mutlak dilakukan mengingat guru dituntut sebagai pahlawan peradaban yang menyebabkan pendidikan generasi muda mempunyai masa depan, tanpa mereka ( guru ) entah pendidikan generasi muda masih punya masa depan atau tidak ( Tuhuleley , 2003 : 5 ).

Tuntutan berat terhadap tugas guru adalah selalu berhadapan dengan tujuan dan target pendidikan untuk memperkuat kepercayaan, sikap, ilmu pengetahuan, dan sejumlah keahlian yang sudah harus diterima dan sangat berguna bagi masyarakat. Konsekuensi logis dari semua itu karena kepercayaan, sikap, ilmu pengetahuan, dan keahlian yang bermanfaat dan diterima oleh sebuah masyarakat

itu senantiasa berubah. Maka pendidikan dalam masyarakat seperti itu harus bisa mempersiapkan peserta didiknya untuk menghadapi segala bentuk perubahan. Proses dinamika masyarakat itulah yang menyebabkan guru sebagai agen pembaharu mengambil peran besar, dan peran ini akan dapat dimainkan guru jika Kepala sekolah memang mendayagunakannya secara optimal, karena tugas Manajer pendidikan tidak lain upaya mengelola sumber daya termasuk guru secara arif dan bijaksana.

Masalah ketenagaan atau guru merupakan masalah besar yang dihadapi

para pemimpin lembaga/ sekolah apalagi jika kaitannya terhadap kebutuhan untuk mengembangkan sumber daya manusia itu ( guru ) terutama pada saat sekolah beroperasi pada lingkungan yang memiliki kebudayaan yang sangat beragam ( Wahyuni, 1996 : 158 ) . Tantangan besar ini tidak akan bisa dijawab oleh Kepala Sekolah yang seringkali hanya banyak melontarkan wacana retorik semata, sebaliknya tidak pernah membuktikan dirinya memiliki kompetensi kerja atau

kemampuan kerja profesional ( Gerbang, 2004 : 47 ). Untuk itu pekerjaan Kepala Sekolah tidak lain adalah memberdayakan guru secara optimal demi kepentingan pencapaian tujuan institusional dengan mantap.

b. Pemberdayaan guru

Sebagai seorang Manejer, tugas dan tanggungjawab Kepala sekolah

terhadap para personil dalam hal ini guru di sekolah yang menjadi tanggungjawabnnya adalah memberdayakan mereka secara optimal. Kegiatan pemberdayaan ( Empowerment ) dianggap pilihan tepat dalam upaya menjawab tantangan, karena dengan pemberdayaan dapat membuat personil atau para guru menjadi berkekuatan dalam profesi yang diembannya, karena “ berdaya “ yang berarti “ berkekuatan, berkemampuan dan mempunyai akal mengatasi sesuatu

.( Depdikbud, 1990:189 ). Karena pada dasarnya dalam mempekerjakan guru, yang digunakan bukan hanya tenaganya, akan tetapi juga kemampuan intelektualnya.( Sondang , 2003 : 320 ). Kemudian untuk kepentingan yang lebih jauh seperti menghadapi arus kesejagatan, pengembangan manajemen berbasis Sekolah (otonomi sekolah ) serta standarisasi professional guru secara nasional, maka Guru perlu diberdayakan agar mereka dapat melaksanakan tugas mereka membelajarkan para siswa untuk dapat mencapai tujuan ( Saukah, 2004 : 4 ).

Istilah Pemberdayaan ( Empowerment ) banyak dipakai untuk pengembangan masyarakat ( Community Development) seperti Tilaar mengatakan bahwa pengembangan sumber daya manusia ( SDM ) pasca krisis pada hakikatnya ialah memberdayaan masyarakat agar 1). berdiri sendiri,2).mau mengubah nasibnya sendiri, dan 3). Menguasai Ilmu Pengetahuan dan keterampilan

( 2002: 62 ). Demikian pula penggunaan istilah pemberdayaan masyarakat oleh sebuah kerjasama Pemerintah RI dan UNICEP di bidang kesehatan ibu dan anak, disimpulkan bahwa Pemberdayaan masyarakat ialah segala upaya fasilitasi yang bersifat non-instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah,mrencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas sektoral maupun LSM dan tokoh masyarakat.

( 1999 : 2 ). Pada kesempatan lain penggunaan istilah pemberdayaan masyarakat diungkapkan dalam Simposium Nasional Inovasi perguruan Tinggi dalam memberdayakan masyarakat oleh Franciscus ( 2003 : 6 ) menyimpukan bahwa pemberdayaan masyarakat tidak lain sebagai “ Upaya menumbuhkembangkan potensi dan kapasitas yang dimiliki sesuai dengan fungsi dan atau peranan daripada usahanya “

Lain lagi halnya dengan pendapat yang mengatakan bahwa Pemberdayaan Masyarakat adalah “ membebaskan seseorang dari kendali yang kaku, dan memberi orang tersebut kebebasan untuk bertanggungjawab terhadap ide-ideanya, keputusan-keputusannya dan tindakan-tindakannya.( Agnes ,2003;1). Penggunaan istilah Pemberdayan masyarakat ternyata semakin terus berkembang sampai kepada

diskusi Forum Komunikasi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa ( LKMD ) melalui Pidato pengantar dari Sardjono Jatiman ( 2000 ; 50 ).yang menegaskan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan dan meningkatkan posisi tawar unit -unit sosial, baik itu merupakan satuan komunitas maupun satuan sistem sosial dalam bentuk perangkat pranata sosial maupun organisasi sosial yang ada di kehidupan masyarakat

Pada kesempatan lain istilah pemberdayaan masyarakat kembali dapat ditemukan melalui pidato Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa yang menyimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah kondisi yang memungkinkan masyarakat mampu membangun dirinya atas dasar potensi, aspirasi, kewenangan, kelembagaan serta prioritas kebutuhannya . ( 2000 : 45 ). Dan akhirnya Menteri Dalam Negeri Surjadi Soedirdja dalam Amanatnya pada Pembukaan Temu LKMD Tingkat Nasional tahun 2000 di Bandung, menegaskan bahwa Pemberdayaan Masyarakat bermakna“ Memampukan dan Memandirikan masyarakat “. ( 2000 : 22 ).

Implikasi istilah pemberdayaan masyarakat dengan pemberdayaan guru sangat berkesesuaian, karena guru yang berkedudukan sebagai Aparatur Pemerintah, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat memang perlu dibina agar berdayaguna dan berhasilguna, bersih, dan berwibawa serta mampu melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan ( KORPRI , l993 : 192 ). Berdayaguna sama halnya dengan diberdayakan yang bentuk aktivitasnya tidak lain adalah “Pemberdayaan“ . Seperti pendapat B. Suryobroto yang menegaskan bahwa Kepala Sekolah wajib mendayagunakan seluruh personil secara efektif dan efisien agar tujuan penyelenggaraan pendidikan di sekolah tercapai dengan optimal (2004 : 86 ). Dengan begitu istilah pemberdayaan ( EMPOWERMENT ) yang selama ini sebagian besar banyak digunakan dalam upaya reformasi pengembangan masyarakat (CommunityDevelopment ) dalam era sekarang terjadinya pergeseran peran pemerintah yang sangat signifikan, salah satunya peran yang dahulunya Mengatur kini menjadi Memberdayakan ( Suratman, 2000 :45 ), maka pada hakikatnya era pengembangan kelembagaan satuan pendidikan ( sekolah ) menuju Otonomi sekolah sangat tepat mengadopsi istilah Pemberdayaan ( Empowerment ) tersebut dalam upaya pengembangan profesionalitas guru dalam era otonomi sekolah.

c. Karakteristik pemberdayaan guru

Banyaknya lahir teori pemberdayaan sebenarnya merupakan jawaban sebuah gerakan reformasi untuk mengikis habis gerakan Depowerment yang berupaya membuat masyarakat kehilangan kemampuan untuk berperan baik dalam berprakarsa maupun dalam berkarya bagi kehidupan negara, bangsa dan masyarakat. Gerakan Depowerment ( pemudaran kemampuan ) dahulu sengaja dilakukan untuk penghapusan sejumlah hak-hak yang bersifat asasi atau paling tidak sejumlah hak yang dimiliki telah dilemahkan. ( Sardjono, 2000 : 51 ).

Untuk kalangan pendidikan upaya menggerakkan personil sekolah dalam hal ini guru sudah seharusnya dilakukan dengan menggunakan pendekatan Pemberdayaan sebagaimana diterapkan dalam pemberdayaan masyarakat, karena kondisi pengembangan profesional guru dewasa ini belum optimal bahkan cenderung Depowerment, banyak kenyataannya bahwa kondisi yang nampak seperti secara

formal keberadaan hak-hak profesional guru diakui bahkan oleh negara sekalipun, namun kenyatannya secara empirik tidak dikembangkan dengan benar bahkan hak-hak tersebut diubah kdudukannya menjadi kewajiban yang tidak proporsional.

Aktivitas pemberdayaan pada dasanya memiliki karakteristik yang menarik untuk ditelaah, karakterisitik dimaksud oleh Pemerintah RI dan UNICEP ( 1999 : 6-7 ) diantaranya adalah :

1). Community Leaders.

2). Community organizations

3). Community fund

4).Community material

5).Community Knowledge

6).Community technology

7).Community decision making.

Pada karakteristik di atas untuk kepentingan guru diadopsi berupa pemberdayaan dalam memimpin diri sendiri, diberi kewenangan mengelola dana pengembangan profesi, ditingkatkan pengetahuannya, didukung teknologi untuk penunjang profesi bahkan akhirnya pemberdayaan lebih menekankan kepada kemandirian mengambil keputusan.

Karakteristik lain pemberdayaan ( Empowerment ) adalah berkembangnya potensi berbagai jenis bidang pemberdayaan seperti pemberdayaan fisik (kesehatan),pemberdayaan nalar (pendidikan) pemberdayaan ekonomi pengentasan kemiskinan dan ketahanan pangan,pemberdayaan kepribadian dan mentalitas serta pemberdayaan lain-lainnya yang diperlukan agar dapat berfungsi dengan baik dalam alam reformasi dan demokrasi serta di era yang kompetitif dari nilai-nilai yang cepat berubah. ( Soemarsih , 2000 : 77 )

Jika karakteristik pemberdayaan di muka kembali diadopsi demi kepentingan pengembangan guru diantaranya lebih bermakna kepada hidupnya demokratisasi di bidang pendidikan dan kompetesi yang konstruktif.

Pendapat yang lebih komprehensif mengatakan karakteristik sebuah pemberdayaan dapat diilustrasikan oleh .Sajogyo ( 2000 : 63– 64 ) yaitu :

6 kelompok pada batang pohon :

1).kemampuan dan kapasitas organisasi, 2).pilihan ke

giatan, 3) kemampuan pembiayaan dan memperoleh

keuntungan,4). Mampu mempertimbangkan struktur

dan kekuatan politik, 5).kesesuaian teknik/teknologi

yang dipilih, 6).orientasi.

6 kelompok pada akar :

1).Keswadayaan,2)Keyakinan diri, 3)motivasi , 4).Kreativitas, 5).Evaluasi diri ,6).pengalaman positif yang bersama

menentukan keberdayaan pohon itu hidup bertahan di lingkungannya.

Gambar 1. Karakteristik pemberdayaan

Selanjutnya aspek karakteristik pemberdayaan dapat pula dilihat dari meningkatnya kesadaran dan kemampuan oleh Agnes ( 2003 : 1-2 ) dikatakannya

· Peranan dan pengembangan diri

· Menentukan masa depan keluarganya

· Mencari dan menemukan mata pencaharian untuk keluarga dan anak dalam keluarga

· Meningkatkan mutu kehidupan fisik

· Mengikutsertakan secara aktif dalam pengambilan keputusan yang menyangkut nasib mereka.

Karakteristik pemberdayaan sebagaimana ilustrasi Sayogjo dan Agnes sangat memberikan gambaran nyata untuk dapat diadopsi terhadap kepentingan kita melakukan pemberdayaan kepada guru. Akhirnya kalau kita merangkum berbagai karakteristik kegiatan yang tergolong pemberdayaan itu maka intinya bahwa pemberdayaan dilihat dari 2 ( dua ) aspek yaitu : 1). To give ability or enable 2). To give authority ( Suryadi,2000 :22) Karakteristik ini sangat jelas menggambarkan inti dari pemberdayaan itu yaitu peningkatan kemampuan dan pemberian kewenangan.

1. Aktivitas pertama yang tergolong meningkatkan kemampuan guru ( to give ability or enable ) berarti MEMAMPUKAN, berisi antara lain :

a. Menguatkan posisi tawar guru.

b. Membangun diri atas aspirasi sendiri

c. Membebaskan dari kendali yang kaku

d. Meningkatkan sendiri pengetahuan dan kemampuan diri

e. Mampu mengidentifikasi masalah,dan merencanakan bentuk pemecahannya.

f. Melakukan self evaluasi.

Di lingkungan pendidikan formal, suatu pengkajian terhadap pembinaan dan aktivitas memampukan professional guru, sepertinya sudah klise, dalam makna, selalu didiskusikan.Padahal dari waktu ke waktu persyaratan guru ideal senantiasa berubah-ubah, karenanya pertumbuhan professional guru harus secara terus-menerus dirangsang dengan kata lain dimampukan. ( Sudarwan , 2002 : 19 ).

Standar Kompetensi guru yang dikeluarkan Direktorat Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2004 dengan tegas menguraikan bahwa 3 ( tiga ) komponen kompetensi yaitu l) kompetensi pengelolaan pembelajaran , 2) Kompetensi pengembangan potensi, dan 3) kompetensi penguasan akademik ( 2004 : 5 ). Komponen kompetensi yang berhubungan erat dengan memampukan guru adalah berada pada seluruh komponen yang tersebar ke dalam 3 kompetensi dasar guru tersebut.

Kegiatan memampukan guru harus selalu dijadikan kecenderungan baru dalam pengembangan profesi guru, oleh karenanya Eric Diges ( Supriadi, 1997 ) menyatakan pengembangan profesi guru baik oleh Kepala Sekolah maupun dalam diklat lainnya harus menggambarkan upaya membantu guru-guru yang dipandang masih lemah pada beberapa aspek tertentu dari kompetensinya. Sondang ( 2003

: 320 ) dengan tegas menyatakan bahwa investasi SDM jangka panjang memerlukan pada peningkatan kemampuan melaksanakan tugas di masa depan. Wilensky T. Capl (1975 ) mengemukakan bahwa para penyandang profesi hendaknya mengembangkan kemampuan profesionalnya menuju sosok profesi yang sesungguhnya.

2. Aktivitas pemberdayaan guru setelah memampukan yaitu kegiatan memberikan

kewewenangan kepada guru ( to give authority ) berarti :

a. Bebas bertanggungjawab atas ide-ide, putusan dan tindakan yang diambil

sendiri oleh guru.

b. Memberikan kewenangan menentukan priositas kebutuhan profesi

c. Merencanakan ,menggunakan dan mengevaluasi fasilitas pendukung pengembangan diri.

Guru sebagai tenaga kependidikan yang bertanggungjawab secara langsung atas proses pembelajaran siswa di kelas perlu diberi kewenangan untuk mengembangkan kreativitas mereka ( Saukah, 2004 : 4 ). Lebih jauh Saukah mengatakan kepentingan dasar guru yang diberikan kewenangan profesionalnya tidak lain kewenangan mengambil keputusan yang terkait dengan peningkatan mutu proses belajar mengajar di kelas .

Memberikan kewenangan guru dalam pengembangan profesinya relatif jarang dilakukan secara proporsional, karena dengan kewenangan itu berarti harus diupayakan penyertaan fasilitas pembinaannya, hal seperti ini kurang sekali dilaksanakan terutama di Sekolah Dasar . Padahal Kode Eik guru sendiri secara tegas berbunyi Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesionalnya. .

Untuk mengimplimentasikan 2 (dua ) aktivitas pemberdayaan yaitu , memampukan dan memberi kewenangan harus berpijak kepada prinsif :

1) .Dalam mengembangkan sekolah, SDM ( guru ) adalah komponen paling berharga.

2). SDM ( guru ) akan berperan optimal jika dikelola dengan baik, sehingga mendukung tercapainya tujuan institusional.

3). Kultur dan suasana organisasi di sekolah, serta perilaku manajerial Kepala Sekolah sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pengembangan sekolah.

4). Manajemen SDM ( guru ) di sekolah pada prinsipnya mengupayakan agar

setiap guru dapat bekerja sama dan saling mendukung untuk mencapai

tujuan sekolah ( Depdiknas, 2003 : 20 )

Pola pemberian kewenangan kepada guru, selama ini mengacu kepada sistem pembinaan profesional guru melalui pengembangan kenaikan pangkat dengan sistem kredit bagi jabatan guru. Jabatan fungsional guru dan angka kreditnya yang berlandaskan kepada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84/1993 tanggal 24 Desember 1993, dijelaskan pada Bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat (1) bahwa guru adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan dengan tugas utama mengajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah termasuk Taman Kanak-Kanak atau membimbing peserta didik pada pendidikan dasar dan menengah.

Lebih jauh dijelaskan lagi dalam Bab III pasal 4 ayat (1) yang dimaksud tanggung jawab guru tidak lain adalah “ menyelesaikan tugas sebagai tenaga pengajar atau pembimbing sesuai dengan tujuan pendidikan yang dibebankan kepadanya”. Dan untuk melihat apa yang menjadi wewenang guru , pada bab yang sama pasal (2) ditegaskan bahwa wewenang guru adalah memilih dan menentukan metode kerja untuk mencapai hasil pendidikan yang optimal dalam melaksanakan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kode etik guru.

Dengan begitu sebenarnya guru memiliki tanggungjawab dan kewenangan dalam pekerjaannya, dan untuk merealisasikannya Kepala Sekolah harus dapat memberdayakan. Selama ini Kepala Sekolah dalam membina dan mengembangkan guru hanya berpijak kepada tuntutan sejumlah angka kedit bagi jabatan guru yang sekiranya hanya mampu dicapai guru sekedar memenuhi kenaikan pangkat/ golongan saja Kondisi inilah yang kurang memberikan tantangan kerja, padahal tuntutan profesionalitas guru sangat luas dan besar yang perlu ditunjang dan difasilitasi Kepala Sekolah.

Kepala Sekolah dalam mengembangan profesi guru masih kurang kreatif

dan belum menantang guru untuk berdaya saing, mereka diberi beban kerja rutinitas yang belum difasilitasi dan ditunjang dengan iklim kerja , dana dan peluang lainnya.

Memberdayakan guru maksudnya membuat guru dalam menjalankan profesinya semakin hari semakin berkekuatan, semakin mampu bahkan semakin matang dalam penyelesaian tugas profesional yang diemban. Dengan begitu sama halnya guru akan semakin mampu, mandiri dan profesional. Dewasa ini kecenderungan terhadap keberadaan guru tidak jauh dari sekedar pemerataan tugas, pengaturan pelaksanaan kerja dan pemantapan disiplin .( Haris , 1977 : 178 )

Paradigma baru pemberdayaan guru muncul ke permukaan sebagai reorientasi terhadap apa yang dinamakan penugasan guru semata. Hal ini mengingat pemberdayaan jauh lebih meluas kepada aspek pemberian motivasi kepada para guru agar selalu bekerja giat, kesejahteraan ( jasmani maupun rohani ), insentif dan penghargaan atas jasa-jasa mereka, konduite dan bimbingan untuk dapat lebih maju, adanya kesempatan untuk meng-upgrade diri, masalah pemberhentian dan pensiun ( Ngalim, 1992 : 21 ). Dari sinilah diperlukan paradigma baru pengembangan profesi guru dengan pola pemberdayaan.

3. Pembinaan

Mengapa guru perlu dibina ?. Pertanyaan ini harus terlebih dahulu disajikan lebih awal, karena begitu banyaknya pihak-pihak yang urgen dengan dunia pendidikan mengajukan persoalan itu ke tengah-tengah besarnya arus kesejagatan dunia yang kini mulai merongrong eksistensi pendidikan terlebih-lebih profesi guru.

Perhatian yang besar terhadap profesi guru sangat beralasan , karena selama ini kecenderungan unjuk kerja guru sama sekali kurang menggembirakan banyak pihak, bahkan dari tahun ke tahun keadaanya seperti itu tidak mengalami pergeseran menuju perbaikan. Tahun 1989 melalui SURABAYA POST sudah ditemukan fakta bahwa pendapat siswa-siswa SLTP dan SLTA di Surabaya mengemukakan ada guru yang tidak menguasai situasi murid-muridnya. Kenyataan pahit ini dari kurun waktu ke waktu menjadi dilematik, disatu sisi eksistensi guru diperhitungkan dalam skala kuantitasnya, demi kepentingan kecukupan jumlah guru di negara ini, belakangan yang ada dihadapan kita adalah kualitas mereka luar biasa menjadi persoalan rumit. Walaupun tidak sedikit para guru yang benar-benar terpanggil nuraninya untuk menunjukkan prestasi kerja yang optimal dalam menjadi guru professional. Guru idealis ini terbilang masih langka, dan begitu langkanya guru ini Said Tuhuleley ( 2003 ; 5 ) mengungkapkan sebagai makhluk aneh dari planet lain.

Keberagaman guru menuntut adanya pembinaan intensif terhadap mereka, dan salah satunya harus melalui Supervisi.

Supervisi menjadi teramat penting dalam memacu guru menjadi profesional di bidang kerjanya, karenanya Ngalim Purwanto ( 1992 : 77 ) menegaskan supervisi tidak lain upaya perbaikan dan perkembangan proses belajar mengajar secara total : ini berarti bahwa tujuan supervisi tidak hanya untuk memperbaiki mutu mengajar guru, tetapi juga membina pertumbuhan profesi guru dalam arti luas termasuk di dalamnya pengadaan fasilitas yang menunjang kelancaran proses belajar mengajar, peningkatan mutu pengetahuan dan keterampilan guru-guru, pemberian bimbingan dan pembinaan dalam hal implementasi kurikulum, pemilihan dan penggunaan metode mengajar, alat-alat pelajaran, prosedur dan teknik evaluasi pengajaran dan sebagainya. Hal ini senada dengan pendapat Burton dalam bukunya “ Supervision a Social Process “ yang menyatakan bahwa supervisi “ Supervision I an expert technical sevice primary aimed at studyng and improving co-operatively all factors which affect child growth and development “.

Pembinaan melalui aktivitas supervisi akan diarahkan secara nyata kepada 3 ( tiga ) pendekatan profesiolisasi dan menurut R.D Lansbury dalam bukunya Professionals and Management ( 1978 ) yaitu :

Pendekatan karakteristik : Pendekatan ini menekankan kepada seperangkat elemen inti yang akan membedakan dengan profesi lain seperti :

1. Kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan.

2. Memiliki pengetahuan spesialisasi.

  1. Memiliki pengetahuan praktis yang dapat digunakan langsung oleh orang lain atau klien.
  2. Memiliki teknik kerja yang dapat dikomunikasikan atau communicable.
  3. Memiliki kafasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri, atau self organization.
  4. Mementingkan kepentingan orang lain ( altruism )
  5. Memiliki kode etik.
  6. Memiliki sanki dan tanggungjawab komunita.
  7. Mempunyai sistem upah.
  8. Budaya professional.

Pendekatan kedua untuk pengembangan profesionalisasi adalah Pendeketan Institusional .Pada pendekatan ini oleh H.I. Wilensky ( 1976 ) harus meliputi 5 langkah untuk memprofesionalisasikan suatu pekerjaan yaitu :

  1. Memunculkan suatu pekrjaan yang penuh waktu atau full-time.
  2. Menetapkan sekolah sebagai tempat menjalani proses pendidikan atau pelatihan.
  3. Mendirikan asosiasi profesi.
  4. Melakukan agitasi secara politis untuk memperjuangkan adanya perlindungan hukum tehadap asosiasi atau perhimpunan tersebut.
  5. Mengadopsi secara formal kode etik yang ditetapkan.

Sementara itu agar guru semakin profesional dalam bidang pekerjaannya, maka perlu digunakan pendekatan ketiga yaitu pendekatan legalistik.Pendekatan ketiga ini diperkenalkan untuk menekankan adanya pengakuan atas suatu profesi oleh negara atau pemerintah. Pendekatan ini menyatakan suatu pekerjaan disebut profesi jika dilindungi undang-undang atau produk hukum yang ditetapkan pemerintah suatu negara.

Pendekatan legalitas ini oleh M. Friedman ( 1976 ) harus ditempuh dengan 3 tahap, yaitu :

1. Registrasi

2. Sertifikasi

3. Lisensi

Dari ke tiga macam pendekatan di atas untuk membuat guru memangku pekerjaannya agar semakin professional, perlu dikembangkan ke dalam berbagai aktivitas supervisi pendidikan seperti yang selama ini jarang ditempuh dengan konsisten.

Mengingat pembinaan terhadap profesi guru selama ini tidak proporsional bahkan cenderung tidak terprogram secara matang, bahkan kecenderungannya hanya parsial, maka tidak mustahil keadaan guru selama ini paling tidak menjadi 3 kategori sebagaimana oleh Windham ( 1988 ) menyatakan :

1. Qualified, possessing the academic and teacher training attainment appropriate the assigned level and type of teaching.

2. Underqualified, possessing the academic but not the teacher training approapriate to the level af assignment.

3. Unqualified, possessing neither the academic nor the teacher training attainment appropriate to the level of assignment.

Intinya bahwa guru dewasa ini berada dalam 3 kaegori yaitu (1) Berkualifikasi penuh, (2)Berkualifikasi sebagian; dan (3) tidak memenuhi kualifikasi. Efektivitas proses pembelajaran baik di dalam kelas maupun di luar kelas sangat ditentukan oleh mutu guru diantaranya memeunuhi kualifikasi atau sama sekali tidak layak sebagai guru.

Dunia pembinaan dan bahkan pengembangan professional guru kini memasuki era reformasi baru yang merubah sebuah paradigma pengembangan profesi guru ke depan, Beberapa pardigma baru itu diantaranya adalah meliputi :

Pertama : pendekatan deficit-based ( tergantung pada sumber-sumber eksternal dalam pemecahan masalah ) ke pendekatan competency-based ( berdasarkan kompetensi, yang memandang pengetahuan, keterampilan dan pengalaman guru sebagai asset yang integral ).

Kedua : dari replikasi, yang menyebabkan guru-guru cenderung kehilangan focus

untuk menentkan srategi menstransfer pengetahuan ke repleksi, dan mampu tampil dengan pendekatan analitik dan reflektif dalam proses pembelajaran.

Ketiga, dari belajar terpisah ke belajar bersama.

Keempat , dari sentralisasi ke desentralisasi, yang kegiatan pengembangan

profesionalnya berfokus pada aktivitas-aktivitaas untuk mendukung dan memfasilitasi

keperluan mereka dengan berbasis pada sekolah atau terintegrasi dengan tugas-tugas

riil. ( Sudarwan Danim, 2002 ; 42 ).

Implementasi supervisi tidak lain bertujuan untuk membuat guru dapat berdiri sendiri serta mampu mengarahkan diri sendiri , karenanya seorang supervisor harus merubah paradigma dengan tidak memberikan “ ikan “ kepada guru-guru akan tetapi berupaya agar guru dapat memperoleh ikan ( Subari, 1994 ; 7 ). Gambaran kemandirian ini dipertegas oleh Adams dan Dickey dalam bukunya “ Basic Principles Of Supervision “ sebagai berikut “ The Primary aim of supervision is to aid teachers to become self directive “

Bagaimana membantu guru agar bertumbuh dalam jabatannya ?. Jabatan professional guru mutlak ditumbuhkembangkan dan usaha-usaha yang patut dilakukan tentunya terarah kepada tumbuh dan berkembangnya hal-hal berikut ini :

1. Selalu belajar dan mengembangkan dorongan ingin tahu,

2. Selalu ada kesediaan untuk memperoleh pengetahuan dan inormasi yang baru,

3. Selalu peka dan peduli terhadap tuntutan kemanusiaan dan kepekaan social, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitarnya,

4. Menumbuhkan minat dan gairan terhadap tugasmengajar, karena tugas mengajar sudah menyatu dengan hidupnya

( Sahertian, 2000 ; 12 ).

Dengan begitu Seorang Kepala Sekolah sebagai Supervisor dalam melaksanakan pembinaan professional terhadap para guru perlu menggunakan pendekatan, perilaku serta teknik supervisi yang harus didasarkan kepada prototype guru-guru, karenanya maka pembinaan terhadap para guru harus difungsikan sebagai pembinaan program pengajaran yang ada sebaik-baiknya sehingga selalu ada usaha perbaikan ( Franseth Jane, Ayer and Chester Harris 1958 ; 1442 ).

Akan tetapi lebih tegas lagi dikatakan Burton & Bruckner ( 1955 ; 3 ) bahwa pembinaan harus diarahkan kepada menilai dan memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran peserta didik. Sementara itu lebih lengkap dikatakan oleh Briggs bahwa pembinaan terhadap para guru harus diupayakan kepada perbaikan pembelajaran, mengkoordinasi, menstimulasi, dan mendorong ke arah pertumbuhan profesi guru.

Dengan begitu maka upaya pembinaan profesional terhadap para guru diarahkan secara nyata kepada hal-hal berikut ini :

1. membina pertumbuhan profesi guru dalam hal pengadaan fasilitas yang

menunjang kelancaran proses belajar mengajar,

2. peningkatan mutu pengetahuan dan keterampilan guru-guru,

3. pemberian bimbingan dan pembinaan dalam hal implementasi kurikulum,

4. pemilihan dan penggunaan metode mengajar,

5. pemilihan dan penggunaan alat-alat pelajaran,

6. prosedur dan teknik evaluasi pengajaran .

4. Hubungan Antar Variabel

Adanya keterlibatan kerja seseorang dalam suatu lembaga sangat penting, karena dengan keterlibatan tersebut seseorang dapat menghasilkan kerja yang lazim disebut kinerja... Kinerja merupakan hasil dari keterlibatan kerja, dan keterlibatan kerja memiliki implikasi yang erat dengan kemampuan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan serta dilengkapi dengan otoritas dalam pelaksanaannya. Inilah yang dinamakan pemberdayaan. Karenanya sebelum seseorang sampai kepada tingkat kinerja yang optimal tentu harus diberdayakan dahulu keterlibatan kerjanya terhadap tugas-tugas yang harus dilaksanakannya.

Pemberdayaan memiliki dua dimensi strategis dalam memacu kinerja guru yaitu pertama Peningkatan kemampuan guru , karenanya profesi guru harus terus menerus dirangsang dengan kata lain dimampukan ( Sudarwan, 2002 : 19 ). Itulah sebabnya seorang Kepala Sekolah harus mampu membantu guru mengembangkan kemampuannya dalam mengelola kegiatan belajar mengajar ( Depdiknas, 2001:16 ).

Sementara itu dimensi kedua pemberian kewenangan kepada guru juga harus dilaksanakan dengan baik agar guru lebih kreatif dan leluasa dalam berkarya. Karenanya Saukah ( 2004 : 4 ) menegaskan guru sebagai tenaga kependidikan yang bertanggungjawab secara langsung atas proses pembelajaran siswa di kelasnya perlu diberi Kewenangan untuk mengembangkan kreativtas mereka .

Dengan peningkatan kemampuan dan pemberian kewenangan kepada guru sebagai wujud pemberdayaan ,maka jelas guru akan mencurahkan dan mendayagunakan waktu, tenaga , dan pikirannya bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajarnya ( Depdiknas, 2001 : 13 ). Akan tetapi guru yang diberdayakan belum tentu dapat meningkat kinerjanya jika secara terus menerus tidak dilakukan upaya pembinaan terhadap profesinya, karena pada dasarnya seseorang bekerja dalam kurun waktu tertentu dapat saja mengalami pasang surut prestasinya, karenanya disamping sudah diberdayakan guru tentu harus pula dibina secara professional.

Dengan begitu jelas guru menjadi professional dan guru professional akan memberikan kontibusi yang bermutu baik dari segi kualitas maupun kuantitas kerjanya yang diembannya . Untuk menggambarkan implikasi antara pemberdayaan dan pembinaan ketenagaan terhadap tugas profesional guru, berikut diilustrasikan melalui secara skematis berikut ini :










Gambar 2: keterkaitan antara manajemen personalia , Pemberdayaan ,pembinaan dan kinerja

Dengan begitu kinerjaguru sangat ditentukan oleh cara bagaimana guru tersebut diberdayakan dan bahkan dibina secara professional.

F. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingn dicapai melalui penelitian ini terdiri atas :

1. Memperoleh gambaran tentang kebijakan pemberdayaan ketenagaan guru SDN di Kecamatan Karang Intan dan Aranio Kabupaten Banjar ?

2. Memperoleh gambaran tentang hasil Pembinaan ketenagaan guru SDN di Kecamatan Karang Intan dan Aranio Kabupaten Banjar ?

3. Memperoleh gambaran tentang kinerja guru SDN di Kecamatan Karang Intan dan Aranio Kabupaten Banjar ?

4. Memperoleh gambaran nyata tentang pengaruh kebijakan pemberdayaan ketenagaan terhadap kinerja guru SDN di Kecamatan Karang Intan dan Aranio Kabupaten Banjar ?

5. Memperoleh gambaran nyata tentang pengaruh pembinaan ketenagaan terhadap kinerja guru SDN di Kecamatan Karang Intan dan Aranio Kabupaten Banjar ?

6. Mengetahui adanya pengaruh kebijakan pemberdayaan dan pembinaan ketenagaan terhadap kinerja guru SDN di Kecamatan Karang Intan dan Aranio Kabupaten Banjar ?

7. Mengetahui besarnya kontribusi efektif dari dimensi kebijakan pemberdayaan dan pembinaan ketenagaan terhadap kinerja guru SDN di Kecamatan Karang Intan dan Aranio Kabupaten Banjar ?

G. KONTRIBUSI PENELITIAN

“ Pemecahan masalah pembangunan ( KategoriPenelitian II ) “

Hasil-hasil penelitian ni diharapkan dapat memberikan kontrbusi terutama sekali

secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu Manajemen Pendidikan dalam bidang Manajemen Sumber Daya Manusia pendidikan.

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan pula mampu memberikan kontribusi berupa sumbangan pemikiran, terutama kepada :

  1. Jajaran Pemerintah Daerah Kabupaten Banjar untuk dapat dijadikan bahan masukan untuk meningkatkan pembinaan guru dengan sebaik-baiknya, terutama melalui kegiatan kebiajakan pemberdayaan yang diteruskan dengan pembinaan professional , yang pada gilirannya dapat berpengaruh terhadap kinerja guru.
  2. Para Pembina professional guru, kiranya dapat dijadikan bahan berpikir untuk menggalakkan upaya pembinaan professional guru, karena supervisi yang poroporsional berpengaruh terhadap kinerja guru.
  3. Para guru Sekolah dasar, dapat dijadikan bahan masukan pula untuk menentukan langkah dalam bekerja terutama keinginan menghasilkan kinerja optimal, dapat diperoleh melalui upaya pemberdayaan dan pembinaan dari Supervisor yang sebaik-baiknya.
  4. Kepada kalangan alma mater dalam hal ini STIBA Banjarbaru dapat dijadikan bahan sumbangan nyata dalam implementasi TRI DHARMA Perguruan tinggi sekaligus sebagai bahan memperkaya literatur dan referensi di perpustakaan kampus.
  5. Kepada Peneliti selanjutnya, kiranya dapat djadikan bahan masukan untuk melanjutkan penelitian serupa terutama menyangkut hubungan variabel-variabel tersebut.

H. METODE PENELITIAN

1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini berupaya mendapatkan sejauh mungkin informasi yang lengkap dan begitu akurat mengenai adanya pengaruh yang signifikan dari kebijakan pemberdayaan ( empowerment ) dan pembinaan terhadap berkembangnya kinerja guru-guru Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Banjar. Dalam hal ini peneliti tidak memanipulasi variabel yang ada. Peneliti hanya mengukur variabel yang ada, maka dengan begitu penelitian ini tergolong penelitian Deskriptif. ( Moore, 1983 : Gay, 1987 )

Penelitian deskripstif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang, yang bertujuan membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, seifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki ( Nazir, l988 : 63 ).

Penelitian deskriptif sengaja dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan, yang diarahkan untuk menetapkan sifat suatu situasi pada waktu penyelidikan itu dilakukan, tujuannya tidak lain untuk melukiskan variabel atau kondisi “ apa yang ada “ dalam suatu situasi. ( Arief , 1982 ; 415 ). Dengan begitu penelitian deskriptif merupakan penelitian yang menuturkan, menganalisa dan mengklasifikasi ; penyelidikan dengan teknik survey, dengan teknik inteview, angket, observasi atau dengan teknik tes : studi kasus, studi komparatif, studi watu dan gerak, analisa kuantitatif, studi kooperatif atau operasional. (Surakhmad,

1990; 139 ).

Sebenarnya dilihat dari rancangan penelitian terutama sekali rancangan penelitian deskriptif, terdapat berbagai rancangan yang terdiri atas survei, observasional, korelasional, dan perbandingan sebab akibat ( Moore, 1983 ). Pendapat lain oleh Ary ( 1985 ) malah membagi penelitian deskriptif menjadi beberapa bagian terdiri atas : studi kasus, survei, studi perkembangan, studi tindak lanjut, analisis dokumenter, analisis kecenderungan dan studi korelasi.

Dari bermacam-macam rancangan penelitian deskriptif sebagaimana uraian di atas, maka penelitian yang dikerjakan ini tergolong penelitian korelasional/ studi korelasi. Penelitian korelasional sendiri bertujuan menetapkan besarnya hubungan antara variabel-variabel. ( Arief Furchan, l982 : 42 ).

Mengingat penelitian ini melakukan uji hubungan antar variabel akan tetapi dari hubungan itu melahirkan sebab akibat yang berasal dari sebuah usaha yang mau diukur, maka jelaslah yang akan diuji merupakan pengaruh antar variabel tersebut sehingga pendekatan yang digunakan adalah analisis regresi.

Analisis regresi oleh Damodar Gujarati ( 1995 ) dalam Soelimun ( 2004 : 15 ) menegaskan interpretasinya secara moderen terhadap regresi :

Regression analysis is concern with the study of he defendence of one variable, the dependent variable, on one or more other variables, the explanatory varables, with a wiev estimating and or pedicting the ( population ) mean or everage value of the former in terms of th known or fixed ( in repeated sampling) values o the latter.

Didalam penelitian yang menerapkan analisis regresi, tidak jarang melibatkan lebih dari satu variabel dalam model regresinya, karena dengan hanya menggunakan satu vaiabel bebas saja untuk menduga variabel tak bebas sering kali kurang realistis, karenanya diperlukan model regresi berganda.

Yang perlu diperhatikan bahwa dalam analisis regresi walaupun didalamnya ada variable defenden ( variable tidak bebas, tergantung atau terikat ) dan ada varianbel indefenden ( variable bebas, regresor atau prediktor ) namun di dalam analisisnya tidak serta merta menyatakan kausalitas. Kendal Stuart yang dikutip Gujarati ( 1995 ) mengatakan bahwa hubungan statistika hanya menunjukkan apakah ada atau tidak ada, dan bila ada bersifat kuat atau lemah, dan tidak dapat menunjukkan hubungan kausalitas. Hubungan kausalitas harus berasal dari luar statistika yaitu dari landasan teori dan konsep.

Penelitian ini akan menguji seberapa jauh pengaruh kebijakan pemberdayaan dan pembinaan terhadap kinerja guru SDN di Kabupaten Banjar yang penggalian datanya dilakukan dengan alat penggali data berupa angket dan instrumen penilaian..

2. Populasi dan Sampel penelitian

a. Populasi Penelitian

Populasi merupakan kumpulan individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan ( M. Nazir : l988 ). Sementara Winarno Surakhmad ( 1990 ) menegaskan bahwa populasi merupakan sampel khusus mengenai penduduk, yaitu jumlah tertentu dari manusia yang diselidiki secara nyata. Nan Lin ( 1976 ) mengemukakan bahwa populasi merupakan keseluruhan kelompok orang yang memiliki kriteria tertentu sesuai dengan perhatian peneliti. Demikian halnya oleh Van Dalen ( 1979 ) mengemukakan kalau populasi merupakan sekelompok manusia atau sesuatu yang betul-betul ada dan dirumuskan dengan baik. Dari beberapa pendapat di atas, maka populasi tidak lain sebagai kumpulan individu namun punya karakteristik yang telah ditetapkan, dirumuskan secara matang dan menjadi perhatian oleh peneliti itu sendiri.

Berdasarkan uraian tersebut, maka ditetapkan sebagai populasi dalam penelitian ini adalah guru-guru Sekolah Dasar Negeri yang bertugas di Kecamatan Karang Intan dan Kecamatan Aranio Kabupaten Banjar.Jumlah guru yang menjadi populasi penelitian adalah sebagaimana terdapat dalam tabel berikut ini :

TABEL 1

TEMPAT DAN JUMLAH POPULASI PENELITIAN


1

Karang Intan

ARANIO

1.SDN Jingah Habang Hilir

2.SDN Jingah Habang Hulu

3.SDN Sungai Arpat 1

4.SDN Sungai Arpat 2

5.SDN Mali-Mali

6.SDN Biih

7.SDN Balau

8.SDN Lok tangga

9.SDN Karang Intan 1

10. SDN Karang Intan 2

11.SDN Penyambaran 1

12. SDN penyambaran 2

13.SDN Sungai Asam

14.SDN Sungai Alang 1

15.SDN Sungai Alang 2

16.SDN Mandi Kapau Barat 1

17.SDN Mandi Angin Timur 1

18.SDN Mandi Angin Timur 2

19.SDN Awang Bangkal Barat

20.SDN Pulau Nyiur

21.SDN Awang Bangkal timur

22.SDN Abirau

23.SDN Kiram

24.SDN Mandi Kapau Barat 2

25.SDN Sungai Landas

26.SDN Padang Panjang

27.SDN Mandi Kapau Timur

28. SDN Tiwingan baru

29. SDN Tiwingan Lama

30. SDNKalaan Baru

31. SDN Benua Riam

32. SDN Belangian

33. SDN Bunglai

34. SDN Rantau Bujur

35. SDN Aranio 1

36. SDN Aranio 2




JUMLAH

12

9

7

8

10

7

7

9

10

9

9

8

8

11

8

10

8

9

8

8

9

8

7

9

8

8

8

7

8

7

6

5

6

7

7

7

292

Populasi penelitian ini diambil dari 2 Kecamatan Pemerintahan yaitu Kecamatan Karang Intan dan Kecamatan Aranio, hal ini dilakukan mengingat ke 2 kecamatan tersebut berada dalam lingkup satu pembinaan yaitu dalam wilayah kantor Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Karang Intan.

b. Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian dari sebuah populasi, bahagian mana memiliki segala sifat utama populasi. ( Winarno , 1990 ). Sampling adalah pengambilan sejumlah porsi dari suatu populasi atau “ universe “ sebagai representatif populasi atau universe yang bersangkutan ( Karlinger, l964 ).

Populasi penelitian ini tergolong populasi finit, mengingat jumlah individunya telah tertentu atau tetap maka tingkat homogenitas dari variabel yang menjadi subyek penelitian ini cukup memiliki kesepadanan. Dengan begitu dapat dilakukan penarikan sampel mengingat sifat-sifat dan ciri-ciri dari populasi relatif sama dan akan mampu terwakili oleh sampel.

Flowchart: Alternate Process:                             N       n = ------------------------- 1 + N (   ) Dalam peneitian ini sebagai sampel yaitu guru-guru , teknik penarikannya dilakukan dengan cara Proporsional Random maksudnya setiap sekolah akan mendapatkan anggota sampel secara proporsional sesuai ketentuan penghitungan . Untuk penentuan besar kecilnya sampel sebenarnya tidak ada ketentuan yang mengaturnya secara teknis. Hal ini cukup beralasan mengingat penentuan besar kecilnya sampel tidak mutlak, berdasarkan pertimbangan praktis atau prosentase besar kecilnya populasi. ( Ali,1982 ). Namun untuk dapat mengendalikan faktor-faktor yang mungkin berpengaruh terhadap hasil dari penelitian ini, yang memungkinkan lahirnya kesalahan dalam penarikan kesimpulan hasil penelitian nanti, maka penetapan besar kecilnya sampel perlu dilakukan dengan menggunakan rumus dari Soekidjo sebagai berikut :

( Soekidjo, 2002 : 92 )

Keterangan :

n = jumlah sampel

N = Besarnya populasi

= taraf kesalahan dalam persen

Jika diperkirakan bahwa angket sebagai alat penggali data utama yang dibagikan kepada responden kemungkinan besar tidak kembali seluruhnya dan diprediksi hanya 95 %, dan dalam 95 % itupun ternyata yang dianggap memenuhi syarat untuk dianalisis hanya sekitar 90 % saja, maka jadinya untuk sampel penelitian ini paling sedikit ( minimum ) diperhitungkan dengan rumus sebagai berikut :

N

n = -------------------------

1 + 0,95 X 0,90

Keterangan :

n = jumlah sampel yang ditemukan berdasarkan perhitungan rumus di atas.

N = besar populasi

0,95 = estimasi angket kembali

0,90 = estimasi angket yang memenuhi syarat untuk dianalisis

Mengingat jumlah guru yang ada sebanyak 232 orang dari 27 SD yang

ada, maka jumlah sampel yang diperlukan sesuai rumus yang dikemukakan yaitu :

292

n = -------------------------

1 + 0,95 X 0,90

292

= --------------------

1 + 0,855

292

= -------------------

1,855

n = 157 guru

Dengan begitu jumlah sampel yang dibutuhkan sebesar 157 orang dari 292 jumlah guru yang ada atau sekitar 45 % . Atas perhitungan itu maka setiap sekolah akan ditarik guru-guru sebagai sampel yaitu masing-masing dengan jatah 45 % dari jumlah guru yang ada di setiap sekolah.

3 . Instrumen Penelitian

a. Variabel penelitian

Variabel merupakan konsep yang mempunyai bermacam-macam nilai

( Nazir , 1988 ). Sementara itu Karlinger ( 1973 ) menegaskan bahwa variabel sebagai suatu sifat ( proferty) memuat nilai-nilai yang berbeda. Nazir ( 1988 ) malah membagi variabel menjadi 2 ( dua ) macam yaitu :

1. Variabel kontinu, maksudnya variabel yang dapat ditentukan nilainya dengan jarak jangkau tertentu dengan desimal yang tidak terbatas.

2. Variabel deskrit adalah variabel yang tidak dapat ditentukan nilainya dalam bentuk pecahan.

Penelitian ini menggunakan beberapa variabel sebagai berikut :

a. Variabel Pemberdayaan, yang mempunyai dua dimensi yaitu :

1). Kebijakan pemberdayaan ( X1 ) sebagai variabel

2). Kebijakan pembinaan ( X2 ) bebas ( indefenden )

b. Variabel Kinerja, sebagai variabel terikat ( Defenden ) ( Y )

Pola hubungan antar variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Text Box: X1














Text Box: Y








Gambar 3 pola hubungan antar vaiabel

Selanjutnya untuk lebih mempertegas dan memperjelas gambaran variabel penelitian sebagaimana yang telah dikemukakan di muka,.maka penjabaran variabel;,sub variabel disertai indikatornya dapat disajikan dalam tabulasi berikut ini

TABEL 2

Variabel, Sub variabeL ( DIMENSI ) dan Indikator


PEMBER- PENINGKATAN

DAYAAN KEMAMPUAN

1. posisi tawar

1.1. Penentuan tugas sebagai guru kelas tertentu ditetapkan sesuai kehendak/minat guru

1.2 Penentuan tugas//kegiatan tambahan ditetapkan

sesuai kehendak/minat guru.

1.3. Penentuan tugas/ kgiaatan insidentil dengan musyawarah sesama guru.

2. Membangun diri 2.1. Guru didorong bekerja penuh semangat

2.2 Dalam upaya peningkatan kompetensi diri sebagai

Guru, dilakukan dengan peningkatan minat terhadap profesi yang diemban.

2.3. Dalam upaya peningkatan kompetensi diri sebagai guru, dilakukan upaya memupuk bakat sebagai secara konsisten

3. Melepaskan diri 3.1. Dalam menjalankan tugas/kegiatan lainnya, guru

dari kendali kaku harus ditingkatkan kemmpuan untuk bersikap kritis

3.2.Guru perlu ditingkatkan kemampuan banyak

berinisiatif melakukan tugas/ pekerjaan yang

didelegasikan kepadanya

3.3. Guru perlu ditingkatkan kemampuannya bekerja

penuh kreatif.

3.4. Guru ditingkatkan kemampuan profesinya dengan

bekerja tanpa banyak mnungu perintah/petunjuk

atasaan

4. Meningkatkan sendri 4.1. Guru harus ditingkatkan kemampuan dengan me-

pengetahuan & ke- nambah wawasan melalui kuliah.

mampuan 4.2. Guru ditingatkan kemampuan dengan diikutserta

kan dalam seminar/ sejenisnya.

4.3. Guru ditingkatkan kemampuannya dengan pemberi

an kesempatan luas mengikuti berbagai diklat

4.4. Guru ditingkatkan kemampuannya dengan diharus

Kan mengikuti KKG.

4.5. Guru ditingkatkan pengetahuan/wawasan dengan dse-

Diakan fasilitas penunjang seperti bulletin sekolah/

Koran/media sejenisnya.

5.Mengidentifikasi masa 5.1 Guru mampu menentukan/menetapkan suatu ma-

lah dan merumuskan salah secara proporsional.

Pemecahannya 5.2. Guru mampu mencari berbagai alternatif peme-

cahan masalah.

5.3. Guru mampu memilih /menentapkan alternatif

yang paling tepat untuk pemecahan suatu masalah.

5.4. Guru mampu melaksanakan alternatif yang telah

dipilih/ditetapkan untuk digunakan dalam

memecahkan masalah

6. Self evaluasi 6.1. Guru mampu merumuskan sendiri berbagai

kekuatan diri yang dimilikinya.

6.2. Guru mampu merumuskan sendiri berbagai

kekuarangan/kelemahan dirinya.

6.3. Guru mampu mencari berbagai peluang yang

ada dalam mengembangkan profesi yang diembannya.

6.4. Guru mampu menemukan berbagai tantangan

rintangan, dan hambatan yang dihadapi.

PEMBERIAN

KEWENANGAN

1.Bebas dan bertanggung 1.1 Dalam berbagai kesempatan guru diberi kesem

jawab atas ide,keputus patan mengajukan saran, pendapat, usulan sepan

an dan tindakan jang sesuai dengan agenda yang dirumuskan.

1.2. Guru diberi kesempatan menyampaikan kritik kons-

truktif untuk kepentingan kemajuan sekolah


1.3. Guru diberi kebebasan menentukan sendiri

keputusan-keputusan berkenaan persoalan

tugasnya

1.4. Guru diberi kebebsan mengambil tindakan

untuk mengatasi/menyelesaikan persoalan

yang dihadapi berkenaan dengan tugas

profesinya.

2.Kewenangan menentu- 2.1 Guru diberi kewenangan mengatur dan mengurut

kan prioritas kerja / kan sendiri pekerjaannya sepanjang belum ada

kebutuhan profesinya posedur kerja yang baku

2.2 Guru diberi kewenangan mnentukan sendiri

berbagai media pembelajarannya

2..3. Guru diberi kewenangan merumuskan RAPBS

sebelum dimusyawarahkan di forum komite seko

lah berkenaan dengan kebutuhan guru yang per

lu diakomodasi dalam RAPBS

3. Kewenangan merenca 3.1. Guru diberi kewenangan mengatur dan menggu

nakan,menggunakan nakan dana pengelolaan kelas secara rutin

dan menilai fasilitas 3.2. Guru berwenang menggunakan fasilitas penun

untuk pengembangan jang kerja profesinya/ alat/media pembelajaran

profesi 3.3. Guru diberi kewenangan menilai kelayakan

berbagai media yang disediakan.

3.4. Guru diberi kewenangan/hak menilai cukup

tidaknya fasilitas penunjang profesinya.

3.5. Guru diberi kewenangan melakukan pngadaan

Fasilitas sekolah.


KONSTRUK

VARIABEL

SUB-VARIABEL

INDIKATOR/ ITEM

(1)

(2)

(3)

(4)

Pembinaan

Oleh Kepsek

( X 2 )

Kinerja guru

( Y )

Pembinaan dalam pengadaan fasilitas

PBM

Peningkatan mutu pengetahuan & ketrampilan

Bimbingan & pembinaan dalam implementasi kurikulum

Pemilihan & penggunaan metode mengajar

Pemilihan & penggunaan alat-alat pelajaran

Prosedur dan teknik evaluasi pengajaran

Dan tindak lanjutnya

AKADEMIK

Pengembangan :

1. Aplikasi

pengajaran

Kegiatan ekstra kurikuler

Kualitas pribadi guru

2.PEMBELAJARAN

perencanaan ,

Pelaksanaan pengajaran & evaluasi

1. SUMBER BELAJAR

Ketersediaan

Pemanfaatan

2. EVALUASI BELAJAR

Penyiapan soal

& tindak lanjut

NON AKADEMIK

Kedisiplinan

Etos kerja

Kerjasama

Inisiatif

Tanggungjawab

Kejujuran

Prestasi kerja

1.Keterlibatan guru dalam

pengadaan ATK untuk KBM

2. Keterlibatan guru dalam

pengadaan alat Bantu KBM

3. Ketrlibatan guru dalam

penggunaan dana untuk

praktek PBM

1..Keikutsertaan guru dalam

diklat profesi.

2. Keikutsertaan guru dalam

KKG di gugus sendiri

3. Keikutsertaan guru dalam

seminar,ceramah pendidikn

dan sejenisnya.

4. Keikutsertaan guru dalam

program penyetaraan

/ kuliah lainnya.

1.Pembinaan rutin bagi guru

untuk pembuatan persiapan

mengajar yang proporsional

2. Pembinaan rutin bagi guru

untuk perumusan Analisis

Materi pmbelajaran (AMP )

3. Pembinaan rutin bagi guru

perumusan program semest

1. Pembinaan rutin bagi guru

untuk ketepatan memilih

metode mengajar

2.Pembinaan bagi guru untuk

trampil menggunakan meto

de yang sudah ditentukan

1. Pembinaan bagi guru untuk

ketepatan menentukan alat

Bantu pebelajaran

2. Pembinaan bagi guru untuk

trampil menggunakan alat

pelajaran yang dtetapkan.

1. Pembinaan bagi guru untuk

mengetahui prosedur meng-

gunakan evaluasi

pengajaran.

2. Pembinaan bagi guru untuk

mengetahui berbagai teknik

dalam evaluasi pengajaran

3. Pembinaan bagi guru untuk

mampu merumuskan

naskah soal evaluasi

4. Pembinaan bagi guru untuk

trampil mengevaluasi peng-

ajaran yang telah dilaksana-

kan guru.

5. Pembinaan bagi guru untuk

dapat menganalisis hasil

evaluasi pembelajaran.

6. Pembinaan bagi guru untuk

dapat melakukan perbaikan

dan pengayaan pengajaran

7. Pembinaan bagi guru untuk

melaksanakan bimbingan &

konseling di kelasnya.

1. Guru menyusun program kerja aplikasi di dalam dan diluar kelas

2. Guru menguasai kurikulum dan perangkatnGuru mampu menggunakan berbagai metode mengajar

3. Guru mampu menggunakan alat peraga sesuai pendekatan PAKEM

4. Guru mampu menerapkan pembelajaran beorientasi PAKEM

5. Guru menyusun program ektsra kurkuler

6. Guru melaksanakan pengajaran ekstra kurkuler sesuai program

7. Guru telah

mengkaji/analisis hasil-

hasil kegiatan ekstra

kurikuler

8. Guru melaksanakan program tindak lanjut kegiatan ekstra kurikuler

9. Guru berkomitmen dengan tugas

10. Setiap musyawarah guru

berpendapat dengan baik

tanpa memaksa.

11. Guru mau menerima masukan,saran,kritik orang lain

12. Guru mampu memberi teladan

13. Guru menunjukkan kesetiaan menjalankan ajaran agamanya.

14. Guru merumuskan tujuan pembelajaran dengan baik dan operasional

15. Guru merencanakan materi pembelajaran

16. Guru merencanakan strategi pembelajaran

17. Guru merencanakan sumber belajar

18. Guru merencanakan metode mengajar

19. Guru menyusun persiapan mengajar

20. Guru mrencanakan program semester

21. Guru merencanakan evaluasi

22. Guru merencanakan analiais evaluasi

23. Guru merencanakan perbaikan dan pengayaan

24. Guru merencanakan program BK

25. Guru melaksanakanm pembelajaran

26. Guru mengevaluasi hasil belajar

27. Guru melakukan perbaikan

dan pengayaan

28. Guru melakukan Bimbingan dan konseling.

29. Tersedianya pedoman pembelajaran

30. tersedianya buku-buku pelajaran

31. tersedianya sumber belajar

32. tersedianya berbagai media/alat peraga

33. Pemanfaatan sumber belajar oleh siswa

34. Sumber belajar dikelola dengan baik oleh guru

35. soal dipersiapkan sesuai tujuan belajar

36. guru memeriksa hasil evaluasi

37. Guru melakukan umpan balik/mengolah nilai

38. Guru memasukkan nilai ke daftar khusus nilai

39. guru mendokumentaskan secara portofolio.

40. Guru hadir sebelum jam belajar dimulai

41. Masuk ke kelas melaksanakan KBM sesuai waktunya

42. Meninggalkan kelas sesuai ketentuannya

43. Pulang sesuai jadwal

44. Jika berhalangan mengajukan permohonan resmi

45. Jika berhalangan mendesak, memberitahu secara lisan

46. Setiap ada keg/upacara melibatkan diri secara aktif.

47. Setiap hari berpakaian seuai aturan yang berlaku.

48. Bekerja menunjukan spirit tinggi

49. Memberi pelayanan dengan baik

50. Menghasilkan kerja yang kreatif

51. Bekerja menunjukkan keikhlasan

52. Bekerja tidak mengeluh

53. Dalam akhiri kerja sesuai rencana/waktunya

54. Merumuskan program dengan teliti yg tinggi

55. Membuat program dengan urutan benar

56. Membuat program dengan prosedur benar

57. Membuat laporan setiap mengakhiri pekerjaan

58. Menyesuaikan pendapat

jika yakin orang lain

benar

59. Mengetahui secara pasti tugas orang lain yang relevan dengan tugasnya

60. Menghargai pendapat orang lain

61. Mampu bekerjasama dengan orang lain menuurt waktu dan bidang tugas.

62. Berusaha memberi saran

63. Tanpa petunjuk /perntah dapat ambil putusan

64. Mencari tata kerja baru agar kerja berhasil dan berdayaguna

65. Menyimpan dan pelihara barang milik negara

66. Tidak melempar kesalahan kepada orang lain

67. Melaksanakan tugas dengan baik

68. Berani memikul resiko dari putusannya sendiri

69. Utamakan kepentingan dinas

70. Bekerja tidak merugikan orang lain

71. Melaporkan hasil kerja walau kurang sesuai

72. punya kecakapan dan kuasai seluk beluk bidang tugasnya.

73. Punya keterampilan yang cukup di bidang tugasnya

74. Hasil kerja rata-rata bermutu

2. Instrumen Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian ini berupa keinginan mengetahui adanya pengaruh kebijakan pemberdayaan dan pembinaan ketenagan terhadap kinerja guru-guru SDN di Kecamatan Karang Intan dan Aranio Kabupaten Banjar, maka alat yang dianggap paling tepat dan dapat dipertanggungjawabkan adalah berupa angket dan instrumen penilaian kinerja

Penggunaan angket dipandang perlu mengingat angket tidak lain dari sebuah set pertanyaan yang secara logis berhubungan dengan masalah penelitian, dan malah setiap pertanyaan mengandung jawaban-jawaban yang mempunyai makna dalam menguji hipotesis. Kartini ( 1980 ) menegaskan bahwa angket adalah melandaskan diri pada laporan tentang diri sendiri atau self reports, pengetahuan dan pengalaman serta keyakinan sendiri. Perlu diketahui bahwa dalam merumuskan pertanyaan dalam angket harus mempunyai hubungan yang relevan dengan permasalahan pokok dan harus dapat menguji hipotesa yang telah dirumuskan. Mengingat untuk menjawab pertanyaan tersebut dperlukan waktu, maka pertanyaan harus padat dan seyogyanya dapat dijawab oleh responden dalam waktu singkat ( Nazir, 1988 ). Oleh karenanya Marzuki ( 1989 )mengisyaratkan sangat penting kerjasama responden dengan peneliti dengan cara menghindarkan pertanyaan yang sulit, menyinggung perasaan dan langsung mengenai diri seseorang. Kesimpulan yang dapat diambil bahwa dalam merumuskan angket diperlukan beberapa hal yaitu :

1 .Memilih bentuk angket dan instrumen penilaian yang menarik dan mudah dijawab responden dalam bentuk pilihan ganda ( tertutup )

2. Perlu diadakan pendekatan dengan responden, sehingga akan diperoleh jawaban yang obyektif.

3. Merumuskan angket dan instrumen penilaian harus dengan bahasa yang mudah dimengerti, langsung mengenai sasaran yang diinginkan dan tidak menyinggung hal-hal yang dianggap prinsif secara pribadi.

4. Diperlukan lebih dahulu try out, agar kekurangan dan berbagai kesalahan dapat diperbaiki seperlunya.

Angket dan instrumen penilaian dirumuskan dengan mengacu kepada tabel variabel, sub variabel dan sejumlah indikator sebagaimana diuraikan di muka. Kedua alat penggali data ini dirumuskan dalam rumusan pernyatan positif dan bentuk tertutup yaitu pilihan ganda dengan alternatif jawaban disediakan sebanyak 5 ( lima ) buah terdiri atas :

A. Selalu ,maksudnya lengkap sekali /tidak pernah tidak dilakukan

A. Sering, maksudnya lengkap/ banyak dilakukan dibanding tidak dilakukan

B. Kadang-kadang, maksudnya kurang lengkap / seimbang antara dilakukan dengan tidak dilakukan.

C. Jarang, maksudnya kurang sekali / banyak tidak dilakukan dibanding dilakukan

D. Tidak pernah, maksudnya sama sekali tidak ada/ tidak dilakukan.

Kemudian untuk kepentingan menganalisis secara kuantitatif, data tersebut nantinya dirubah dengan memberi bobot skor kepada masing-masing pernyataan yaitu

a. Selalu , = 5

b. Sering = 4

c. Kadang-kadang = 3

d. Jarang = 2

e. Tidak pernah = 1

Selanjutnya jumlah skor yang diperoleh masing-masing individu dijumlahkan untuk kemudian dijadikan data berskala interval untuk keperluan analisis statistik.

Alat ukur selanjutnya selain angket penelitian, juga digunakan instrumen penilaian yang dilakukan Kepala Sekolah untuk mengukur tingkat kinerja guru-guru di sekolahnya , instrumen penilaian ini berpedoman kepada Buku panduan yaitu Pedoman penilaian kinerja Sekolah Dasar oleh Depdiknas (2003:38-43 ) namun disesuaikan dengan kondis obyektif di lapangan..Pemberian skor menggunakan cara yang sama dengan angket di atas.

Dengan begitu instrumen penelitian menggunakan 2 ( dua ) cara yaitu melalui angket untuk mengukur kegiatan kebijakan pemberdayaan dan pembinaan ketenagaan terhadap para guru diisi langsung oleh guru, sedangkan untuk mengukur tingkat kinerja guru dilakukan penilaian oleh atasan langsung dalam hal ini Kepala Sekolah masing-masing.

3. Try Out Instrumen penelitian

Setelah alat penggali data disusun selanjutnya untuk meyakinkan validitas dan reliabelitasnya, tentu perlu diujicobakan.Validitas lebih mengarah kepada alat tesebut benar-benar dapat menggali data yang diharapkan secara tepat dengan teliti. Syaifuddin ( 1987 ) menegaskan bahwa validitas menunjuk kepada ketepatan dan kecermatan test dalam menjalankan fungsi pengukurannya. Suatu test dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila test tesebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud atau tujuan diadakannya test tersebut. Data hasil uji coba instrumen digunakan untuk uji instrumen.

a. Pengujian validitas

1). logical validity atau disebut juga Construct validity. Sutrisno ( 1993 ) menjelaskan konsep validitas logik bertitik tolak dari konstruksi teoritik tentang faktor-faktor yang hendak diukur oleh suatu alat pengukur, dari konstruksi teoritik ini dilahirkan definisi-definisi yang digunakan oleh pembuat alat pengukur sebagai pangkal kerja dan sebagai ukuran valid tidaknya alat pengukur yang dibuatnya. Karena itu validitas logik kadang-kadang disebut juga construct validity, validitas konstruksi atau validity by definion.

Mengingat alat gali data disusun berdasakan pokok-pokok pikiran yang diungkapkan melalui alat tersebut yang berupa analisis konstruk, variabel dan sub variabel dan indikatornya, maka sudah dapat dikatakan valid secara logik atau secara konstruksi, atau valid secara isi ( Face Validity ).Alat penggali data valid secara konstruksi karena telah dinilai dan ditelaah serta mengalami berbagai kajian mendalam oleh Dosen Pembimbing yang sangat berkompeten menilai construct Validity.

2 ). Validitas Kriteria ; diukur dengan cara menghitung korelasi antara skor masing-masing item dengan skor total menggunakan teknik korelasi poduct moment ( metode interkorelasi ) dengan rumusan sebagai berikut :

.

( Sutrisno , 1980 : 293 )

Keterangan :

= Koefisien korelasi antara gejala x dan gejala y

= Jumlah product dari x dan y

Menurut Masrun ( 1979 ), bilamana koefisien korelasi positif dan > 0,3 , maka indikator bersangkutan dianggap valid. Penghitungan koefisien korelasi ini akan dilakukan dengan software SPSS release 12,0.

3).Validitas unidimensionalitas ; diukur dengan Goodness of Fit Index ( GFI ), bilamana GFI > 0,90 , maka instrumen bersangkutan dikatakan valid ( Hair et. Al. 1992 dalam Soelimun 2004 ). Perhitungan GFI dapat dilakukan dengan sotware LISREL 8.30 atau AMOS rel. 4,01 pada aplikasi SEM. Akan tetapi pengukuran lainnya dapat dikerjakan dengan analisis factor konfirmatori, yaitu jika terdapat B 1 ( satu ) faktor yang bermakna ( eigen value > 1 ) atau keragaman kumulatif sekitar 75 %.. Uji validitas poin 3 ) ini tidak mutlak dilakukan, karenanya tidak dilakukan ujinya

b. Pengujian reliabelitas

Selanjutnya perlu lagi diuji relibelitas angket tersebut. Reliabelitas merujuk kepada sejauhmana suatu alat penggali data secara relatip tetap / sama mengukur apa yang akan diukur, atau derajad ketetapan alat tersebut dalam mengukur apayang diukur atau reliabelitas menunjuk sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan.

Pengujian reliabelitas ini dapat dilakukan dengan jenis ukuran test re test, alternative- forms dan internal consistency.( Soelimun, 2004 ; 11 ) Salah satu ukuran reliabelitas internal consistency adalah Koefisien Alpha Cronbach, dimana jika α > 0,6 menunjukkan instrument tersebut reliabel ( Malhotra, 1992 dalam Soelimun 2004 ). Perhitungan kofisien alpha Cronbach dilakukan dengan software SPSS release 12,0.

Try out dilakukan kepada beberapa orang yang masih termasuk dalam sampel penyelidikan. Ambillah hanya orang-orang yang mudah dihubungi atau dicapai untuk ini ( Sutrisno Hadi, l993 ) karenanya uji coba cukup dilakukan terhadap 20 guru untuk angket dan 5 orang Kepala Sekolah dengan mengisikan masing-masing 4 instrumen penilaian kinerja guru.

E. Analisis Data

1. Teknik Pengolahan dan analisis data

Untuk menggambarkan upaya pemberdayaan dan kinerja yang ada , akan digunakan :

a. Metode statistik deskriptif yaitu sebuah prosedur untuk melakukan pemecahan masalah yang diteliti dengan melakukan deskripsi atau menggambarkan keadaan subyek dan obyek penelitian dengan sistematis, akurat serta faktual yang didasarkan kepada fakta, sifat dan hubungan antar fenomena yang diteliti. Untuk kepentingan ini akan digunakan tabel distribusi frekuensi absolut yang menunjukan angka mean ( rata-rata ), kisarannya dan Standar Deviasi.

Data yang diperoleh melalui angket dan instrumen penilaian selanjutnya

Diberi bobot terlbih dahulu pada setiap alternatif, yaitu

1). Alternatif pertama ( A ) atau Selalu = 5.

2.) Alternatif kedua ( B ) atau Sering = 4

3). Alternatif ketiga ( C ) atau Kadang-Kadang = 3

4). Alternatif keempat ( D ) atau Jarang = 2

5). Alternatif kelima ( E ) atau tidak pernah = 1

Data yang diperoleh melalui angket berupa data kualitatf, kemudian

dikuantifikasikan kedalam skala interval, yaitu satuan pengukuran dengan angka dan jarak yang sama, setelah itu diolah secara statistk meliputi : dengan analisis deskriptif melalui statistik univariat :

a. Mean = b. SD =

Untuk menetapkan tingkat atau tinggi rendahnya pemberdayaan dan kinerja digunakan kriteria sebagai berikut :

Mean + 1 SD = Tinggi Jika Mean – 1 SD sampai dengan Mean + 1 SD = Sedang Jika < sd =" Rendah." shapes="_x0000_s1075" height="230" width="553">

Kemudian untuk mendeskripsikan data secara persentase, dilakukan perhitungan per sub variabel dan dilanjutkan per variabel dengan rumus sebagai berikut :



Flowchart: Document: f P       = -----------   X 100             N


( Muhammad Ali , 1982 : 184 )

Keterangan :

P = Prosentase

f = Frekuensi jawaban responden

N = Jumlah responden

Selanjutnya data yang sudah diprosentase tersebut kemudian dikonsultasikan ke tabel kriteria interpretasi, yaitu sebagai berikut :

TABEL 3

TABEL KRITERIA INTERPRETASI

NO

SKALA

PERSENTASE

KRITERIA INTERPRETASI

1

2

3

4

5

6

7

0

01 – 20

21 – 40

41 – 60

61 – 80

81 – 99

100

Tidak ada

Sebagian terkecil

Sebagian kecil

Cukup besar

Sebagian besar

Sebagian Terbesar

Seluruhnya

( Muhammad Ali, l987 : 54 )

b. Metode Statistik Imferensial yaitu Analisis Regresi : analisis regresi yang digunakan adalah analisis regresi tunggal dan regresi ganda. Mengingat jenis data yang digali dalam penelitian ini adalah data interval, sampel ditarik dengan teknik random dan secara teoritik antar variabel berhubungan, maka penggunaan analisis regressi dianggap memenuhi syarat, dan analisis regresi yang digunakan adalah regresi ganda

Penggunaan regressi ganda bertujuan menguji kontribusi secara bersama-sama antara dimensi kebijakan pemberdayaan dan pembinaan ketenagaann secara proporsional terhadap kinerja, pola hubungannya menjadi :








Text Box: KINERJA


Model regresi berganda Ỹ = a + b1 X1 + b2 X2

Data hasil perhitungan regressi ganda nantinya diarahkan lagi untuk kepentingan faktor Determinan dalam upaya menguji mana diantara 2 ( dua ) dimensi pemberdayaan dan pembinaan ketenagaan yang kontribusinya signifikan terhadap kinerja guru,perhitungannya dapat dilakukan secara manual setelah melalui regessi ganda.

2. Pemeriksaan Asumsi-Asumsi

Salah satu hal penting di dalam menilai apakah hasil analisis regresi baik

atau tidak adalah terpenuhinya atau tidaknya asumsi yang diperlukan. Karenanya

( Soelimun 2004 ) menyatakan untuk kepentingan eksplanasi, prediksi dan faktor

determinan, akan valid bilamana asumsi-asumsi yang melandasi analisis regresi terpenuhi, karenanya dalam melakukan analisis regresi terdapat langkah penting yang harus dilakukan, yaitu memeriksa dan menguji asumsi-asumsi.

Model yang diperoleh dari data sampel disebut Sampel regression function ( SRF ) permasalahannya bagaimana SRF berlaku bagi Population Rgression Function ( PRF ).Untuk itu diperlukan pemeriksaan asumsi-asumsi sebagai berikut :

1). Asumsi Multikolinieritas ;

Istilah asumsi ini pada awalnya ditemukan oleh Ragnar Frisch tahun 1934 dalam “ Statistical Confluence Analysis by Means Complete Regression System, yang berarti adanya hubungan linier diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regressi ( Gujarati : 1999 ). Asumsi ini mempunyai sifat-sifat tertentu yang dapat diamati dan diselidiki, sehingga dengan melihat sifat-sifat tersebut dapat diketahui ada tidaknya multikolinieritas pada suatu model regresi yang dibentuk berdasarkan data yang dikumpulkan. Kasus multikolonieritas yang terjadi di dalam analisis regresi berganda akan terus berpengaruh apabila keberadaannya tetap dipertahankan. Disamping akan mempengauhi peramalan dan penarikan kesimpulan, adanya multikolonieritas juga akan berpengaruh pada pendugaan koefisien regresi dan SD dari koefsien regresi tersebut. Model regresi yang baik seharusnya idak erjadi korelasi di antara variabel indefenden ( Singgih Santoso, 2004 : 2003 ). Multikolonieritas dapat diperiksa melalui Condition Index, dimana bila lebih kecil dari 30 berati asumsi tidak disifati multikolonieritas terpenuhi ( Soelimun, 2004 )

2). Asumsi Heterokedastisitas ;

Asumsi kedua ini menghendaki agar keragaman disekitar garis regresi atau lebih lebih jelasnya keragaman dari peubah kesalahan ε I adalah konstans untuk setiap X1.

Asumsi Heterokedastisitas ini dapat diperiksa dengan Plot antara Residual Terstude dengan Y duga. Jika hasilnya tidak menunjukkan adanya suatu pola atau bersifat random, maka asumsi ini terpenuhi. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas ( Singgih , 2004 : 208 ).

3). Asumsi Normalitas Galat :

Asumsi ini dibutuhkan pada saat pengujian hipotesis, baik secara parsial maupun simultan. Secara umum penerapan analisis regresi melibatkan sampel yang relatif besar, sehingga penerapan Dalil Limit Pusat pada kasus asumsi normalitas tidak terpenuhi dapat dilakukan. Dalilnya sendiri berbunyi : semakin besar sample, maka statistik yang diperoleh akan semakin mendekati distribusi normal ( Soelimun, 2004 ; 38 ). Pemeriksaan asumsi normalitas ini dilakukan dengan cara membuat plot antara skor normal dengan data observasi. Bilamana hasil plot menunjukkan pola garis lurus mendekati sudut 45 0 berarti asumsi normalitas terpenuhi ( Soelimun, 2004 : 46 ). Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal ( Singgih , 2004 : 212 )

4). Asumsi Otokorelasi ;

Asumsi ini untuk data cross sectional akan menjadi tidak bersifat kritis, dengan catatan pengambilan sampel dapat dilakukan secara random, sehingga antar pengamatan dijamin indefenden. Uji asumsi ini dengan Durbin-Watson test ( DW ). Bilamana DW < style=""> ( Soelmiun , 2004 : 46 ). Tentu saja model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi ( Singgih , 2004 : 216 ).

3. Pendugaan parameter

Analisis korelasi tidak dapat digunakan untuk memperkirakan suatu variabel berdasarkan variabel lain secara kuantitatif, kelemahan ini oleh Soelimun ( 2004 : 17 ) dapat diatasi dengan menggunakan analisis regresi. Mengingat regresi sebagai sebuah Kecenderungan/regres , maka hasil penghitungannya akan dapat dimanfaatkan / digunakan kepada tiga hal yaitu :

1). Penjelasan ( Explanation ) terhadap fenomena yang dipelajari atau permasalahan yang diteliti.

a. Besar pengaruh variabel satu dengan lainnya dapat dilihat dari koefisien determinan R2 .

b. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap variabel lain dapat dilihat dengan arah pengaruh negatif .

2). Prediksi nilai variabel dari suatu variable pada variable lainnya diketahui yang mana prediksi dengan regresi ini dapat dilakukan secara kuantitatif. Tingkat akurasi hasil prediksi dapat dilihat dari koefisien determinasi R2.

3). Faktor Determinan, yaitu penentuan variabel mana ( regresi berganda) yang berpengaruh dominan terhadap variabel lainnya. Hal ini dilakukan dengan melihat standardized Coefisients. Bilamana standardized Coeficient semakin tinggi berarti variabel tersebut berpengaruh paling dominan, Sedangkan tanda negatif atau positif menunjukkan arah hubungan dari variabel bersangkutan terhadap variabel lainnya.

I. PERSONALIA PENELITIAN

  1. Ketua Peneliti :

a. Nama dan gelar : A.Nadriansyah, S.Pd, M.Pd

b. Gol/Pangkat/NIK : Penata III c / 094.002.029

c. Jabatan Fungsional : Lektor Madya

d. Jabatan Struktural : -

e. Lembaga : STIBA Dinamik Banjarbaru

f. Bidang Keahlian : Manajemen pendidikan

g. Waktu penelitian : 8 jam / minggu

  1. Anggota Peneliti

a. Nama lengkap : Drs. Ariani, M.Pd

b. Gol, pangkap/NIK : Penata T. I III d / 094.002.016

c. Jabatan Fungsional : Lekyor Madya

d. Jabatan Struktural : Ketua

e. Lembaga : STIBA Dinamik Banjarbaru

f. Bidang Keahlian : Manajemen Pendidikan

g. Waktu untuk penelitian ini : 6 Jam/ minggu

3. Tenaga laborat/ teknisi : Mabrur Khair

4. Pekerja lapangan : Rossi

5. Tenaga administrasi : Marzuki

J. PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN

  1. Honorarium :

a. Ketua peneliti : Rp. 1.000.000,00

b. anggota ( l orang ) : Rp. 750.000,00

c. Tenaga administrasi /teknis : Rp. 500.000,00

d. Petugas lapangan : Rp. 750.000,00

JUMLAH ------------------- Rp. 3.000.000,00

  1. Bahan dan peralatan penelitian

a. Kertas HVS Rp. 112.500,00

b. Tinta komputer Rp. 197.500,00

c. CD / disket 2 buah Rp. 10.000,00

d. Pengetikan naskah Rp. 500.000,00

e. Penggandaan Rp. 220.000,00

f. Penjilidan Rp. 150.000,00

g. Maf/tif ex/amplop dll Rp. 150.000,00

JUMLAH ---------------- Rp. 1.340.000,00

  1. Perjalanan :

a. Biaya transfortasi ( darat dan sungai ) Rp. 1.000.000,00

b. Akomodasi Rp. 1.000,000,00

Jumlah ----------------------------------------- Rp. 2.000.000,00

  1. Biaya lain-lain :

a. Tray out instrumen/ alat penggali data Rp. 160.000,00

b. Seminar proposal Rp. 1.000.000,00

c. Dokumentasi/publikasi Rp. 500.000,00

c. Insentif responden ( Kepsek dan guru ) Rp. 1.500.000,00

d. Penjilidan/pelaporan Rp. 500.000,00

Jumlah------------------------------------- Rp. 3.660.000,00

Jumlah : poin 1 + 2 + 3 + 4 = Rp. 10.000.000,00

( Sepuluh Juta Rupiah )

DAFTAR RUJUKAN

Ametembun, NA. 1977. Administrasi personil seklah, Bandung : IKIP.

Ating Tedja Sutisna, 2000. Kewirausahaan, Bandung : PT. Armico.

Agnes Widanti, 2003. Inovasi Peneliti untuk Memberdayakan Masyarakat, Semarang : Unika.

Agustinus Sri Wahyuni, 1995. Manajemen Strategis ( pengantar proses berpikir,

Stategis ) , Jakarta : Binarupa Aksara.

Boediman Hardjomartono, 2003 . Terapan Otonomi dalam Mengelola Sekolah, Jakarta : Fasilitator Edisi III .

Badjuri Ali, 1996. Disiplin, Banjar : ISPI.

Banjarmasin Post. 30 Juni, 2005 Survei pendidikan . hlm. 1

Dardji Darmodihardjo, 1981. Analisis Pendidikan, Jakarta.

Depdikbud, 1990 . Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakata : Balai Pustaka

-------------, 1993, Juklak jabatan fungsional guru dan angka kredit, Jakarta.

Depdiknas, 2003, Panduan penyusunan perencanaan peningkatan Kinerja Kepala Sekolah : Jakarta.

Dubrin Andrew, 1981 . How school administrators solvo problem, New Jersey, : Practioce-Hill Inc.

Enidah Made Ruswati, 2001 , Hubungan pelatihan instruktur industri, hasil pelatiha perlakuan pasca pelatihan dengan kinerja Instruktur. Tesis tidak diterbitkan, Bandung : UPI.

Fransiscus Wilerang, 2003. Pemberdayaan masyarakat berbasis inovasi dengan

Model kemitraan, Semarang : Unika.

Gutama, 2000, Kinerja Pamong Belajar SKB di Propinsi Jawa Tengah, Tesis tidak diterbitkan , Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

Gino, 2004, Mengurai Benang Kusut persoalan pendidikan .Gerbang Majalah pendidikan edisi 7 tahun III.: 43.

Hadari Nawawi, 1989. Adminisrasi personil untuk peningkatan produktivitas kerja Jakarta : PT. Mas Agung.

Haris, 1977. Personnel admionistration in education leadership For Instructional Improvement, Boston : Ally and Bacon, nc.

Jahya Qahar, 1981, Relevansi Praktik Mengajar dengan Ilmu Keguruan .Analisis Pendidikan, : 41.

Jawa Post . 14 Juli 2005. Rapor pendidikan Indonesia . hlm. 10

Kompas, 2 Juli , 2004 . Polling versi remaja , hlm 41

Kartini Kartono , 1980. Metodologi penelitian sosial, Bandung : Alumni.

Kartini kartono, 1990. Pemimpin dan Kepemimpinan ( Apakah Pemimpin Abnormal

itu ),. Jakarta : Rajawali Pers.

Kerlinger, 1964 , Fundation of behavioral esearch, New York : Halt. Rinekart and Wsiton Inc.

Mangkunegara, 2004 . Manajemen SDM perusahaan, Bandung : Roesda Karya.

Moore Gary W. 1983 . Developing and evaluating educational reseach, Boston

: Little, Brown an company.

Muhammad Ali, 1987. Penelitian kependidikan proses dan strategi, Bandung :,

Angkasa.

Marzuki, 1989., Metodologi Riset, Yogyakarta : Bagian Penerbitan Universitas Islam Indonesia

Nur Syam, 1982. Kewiraswastaan , Jakarta.

M. Nazir, 1988. Metode penelitian , Jakarta : Ghalia Indonesia

Nurhidayati, 2005. Komitmen organisasi, kepuasan kerja dan kinerja dosen Politeknik Negeri Banjarmasin,Tesis tidak diterbitkan Banjarmasin :FKIP UNLAM.

Malik Pajar, 2003 . Paradigma pendidikan, Fasilitator, Edisi III tahun 2003: 8

Nan Lin, 1976 . Fundations of social research, New York : Mc.Graw.Hill Inc.

Poerwadarminta,WJS. 1990, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka.

Ramli, Muchlis, 2006, Pengaruh faktor-faktor motivasi terhadap kinerja guru dan karyawan pada SMKN 3 Surabaya, Tesis tidak diterbitkan, Surabaya : STIE Mahardika.

Sutrisno Hadi, 1980 . Statistik 2 , Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi

UGM.

Sutrisno Hadi, 1993. Metodologi Research, Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM.

Syaifudin Azwar, 1987 . Sikap Manusia, Yogyakarta : Liberty.

Soenarko, l995 . Peranan administrasi negara dalam rangka menunjang keberhasilan Otda tingkat II era PJP II, Banjarmasin : Uvaya.

Syafri Mangkuprawira, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik , Jakarta : Ghalia Indonesia.

Syahriel Darham, 2003, naskah sambutan penuutupan Musda Asosiasi LPM

Propinsi Kalsel, Banjarmasin : Setdaprop.

Sajogyo, 2000. Mau kemana, untuk apa, siapa ?, Bandung : Forum komunikasi

LKMD.

Siagian, S.P. 2003. Kiat meingkatan produktivitas kerja, Jakarta : Rineka Cipta.

Soelimun, 2004 . Metodologi penelitian dan komputer statistik, Malang : Universitas Brawijaya.

Suratman, 2000 . Visi, misi pemberdayaan masyarakat, Bandung : Forum Komunikasi LKMD.

Sekretariat Negara, 1999. AD/AT KORPRI , Jakarta.

Sadjono Djatiman, 2000. Forum Komunikasi LKMD, Bandung : FKLKMD.

Sudarwan Danim, 2002 . Inonasi pendidikan ( dalam upaya peningkatan profesionalisme tenaga Kependidikan ) Bandung : Pustaka Setia.

Singgih Santoso, 2004 . SPSS Statistik Parametrik, Jakarta : Elex Media Komputerindo

Van Dame,Deobold B ( 1979 ) Conducting educational reseach , New York:

Hartcowt Brace Javanovic. Inc.

CURRICULUM VITAE

1. Nama Lengkap : A.Nadriansyah, S.Pd, M.Pd

2. NIK : 094.002.029

3. Tempat dan Tanggal Lahir : Martapura, 27 Nopember 1964

4. Jabatan Akademik : Lektor Madya , III c

5. Pendidikan : S2 Manajemen Pendidikan FKIP UNLAM

Banjarmasin

6. Pekerjaan : Dosen tidak tetap.

7. Pengalaman meneliti :

a. Problematik penerapan Kurikulum Muatan Lokal SD di Kecamatan Cempaka Kabupaten Banjar tahun 1992 ( Naskah lomba karya tulis ilmiah tingkat Nasional dan sebagai juara III d Jakarta )

b. Studi Pelaksanaan PMT-AS Sekolah Dasar di Kabupaten banjar tahun 1999 ( Proyek OPF Kabupaten Banjar ).

c. Studi pelaksanan KKG SD d Kecamatan Martapura ( Penelitian mandiri )

d. Studi pelaksanaan Ulangan semester SD di Kabupaten Banjar ( penelitian mandiri )

e. Implementasi pembelajaran Bahasa Inggeris ( English For young Learners ) pada SDN di Kopta Banjarbaru , tahun 2006. (Penelitian Dosen Muda proyek Dikti Depdiknas RI )

Banjarbaru, 15 Juni 2007

Yang membuat ,

A.NADRIANSYAH,S.Pd, M.Pd

NIP. 094.002.029

CURRICULUM VITAE

1. Nama Lengkap : DRS. ARIANI, M.Pd

2. NIK : 094.002.013

3. Tempat dan Tanggal Lahir : Banjar, 10 Agustus 1962

4. Jabatan Akademik : Ketua STIB Banjarbaru

5. Pendidikan : S2 Manajemen Pendidikan FKIP UNLAM

Banjarmasin

6. Pekerjaan : Dosen tidak tetap Yayasan

7. Pengalaman meneliti :

- Kemampuan berbahsa Inggeris karyawan hotel berbintang d Kalimantan Selatan

tahun 1995.

Banjarbaru, 15 Juni 2007

Yang membuat,

DRS. ARIANI, M.Pd

NIK. 094.02.013

0 komentar: